Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyampaikan bahwa pemanfaatan jerami padi sebagai bahan baku biofuel masih menghadapi sejumlah tantangan, baik dari sisi teknologi, biaya produksi, maupun kesiapan industri. Meski memiliki potensi besar sebagai energi terbarukan, pemanfaatan jerami belum sepenuhnya optimal di Indonesia.
Potensi Besar, Pemanfaatan Masih Minim
Indonesia merupakan salah satu negara penghasil padi terbesar di dunia, sehingga limbah jerami tersedia melimpah setiap tahun. Jika diolah menjadi bioetanol atau biodiesel, jerami berpeluang menjadi sumber energi alternatif yang ramah lingkungan dan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.
Namun, menurut BRIN, pemanfaatan jerami masih terbatas karena sebagian besar limbah pertanian tersebut justru dibakar di lahan. Pembakaran ini tidak hanya menghilangkan potensi energi, tetapi juga menyebabkan polusi udara dan kerusakan tanah.
Tantangan Teknologi dan Proses Produksi
BRIN menjelaskan bahwa salah satu hambatan utama adalah proses konversi lignoselulosa — komponen utama jerami — yang masih tergolong kompleks. Jerami memiliki struktur serat yang kuat, sehingga perlu melalui tahapan pretreatment khusus sebelum dapat diolah menjadi biofuel.
Selain itu, proses fermentasi untuk memproduksi bioetanol membutuhkan teknologi enzim dan mikroorganisme yang efisien. Kedua hal ini masih memerlukan penelitian mendalam agar biaya produksinya dapat ditekan.
Biaya Masih Relatif Tinggi
Tantangan lainnya adalah tingginya biaya produksi. Pemanfaatan jerami sebagai biofuel memerlukan investasi peralatan yang besar serta proses produksi berkelanjutan. BRIN menilai perlu adanya dukungan dari pemerintah, industri, dan sektor swasta untuk membangun rantai pasok yang ekonomis dan berskala besar.
Saat ini, harga biofuel berbasis jerami masih belum kompetitif jika dibandingkan bahan bakar fosil. Tanpa efisiensi produksi dan insentif energi terbarukan, industri ini akan sulit berkembang secara komersial.
Kesiapan Industri dan Rantai Pasok
Selain teknologi dan biaya, kesiapan industri juga menjadi tantangan tersendiri. Belum banyak pabrik yang mampu mengolah limbah pertanian menjadi bahan bakar secara massal. Ditambah lagi, pengumpulan jerami dari petani membutuhkan sistem logistik yang rapi agar bahan baku tidak terbuang dan tetap dalam kondisi optimal.
BRIN menekankan bahwa kerja sama multipihak sangat diperlukan, mulai dari petani, industri, hingga lembaga riset.
Harapan untuk Masa Depan Energi Terbarukan
Meski masih banyak kendala, BRIN tetap optimistis bahwa jerami dapat menjadi sumber energi terbarukan di masa depan. Dengan pengembangan teknologi yang lebih efisien serta dukungan kebijakan pemerintah, Indonesia berpeluang menjadi negara penghasil biofuel berbasis limbah pertanian.
Penguatan penelitian, pembangunan fasilitas uji coba, dan kolaborasi dengan industri menjadi langkah penting untuk mewujudkan pemanfaatan jerami sebagai biofuel yang berkelanjutan.