1. Latar Belakang Perjanjian Baru
Pada 22 Juli 2025, pemerintah Indonesia menyepakati kesepakatan dagang timbal balik (Reciprocal Trade Agreement) dengan AS, yang salah satunya mencakup klausul transfer data pengguna dari Indonesia ke AS. Menurut pernyataan resmi dari White House, Indonesia berkomitmen menyediakan kepastian hukum bahwa transfer data pribadi ke wilayah AS dapat dilakukan atas dasar digital trade dan investasi.
2. Kerangka Hukum Indonesia
UU PDP No. 27 Tahun 2022 dan Peraturan Pemerintah No. 71/2019 mengatur tata kelola data pribadi dan elektronik, serta menetapkan prinsip transfer data lintas batas seperti perlunya adanya perlindungan setara, kontrak standar, atau persetujuan eksplisit subjek data.
Pemerintah menegaskan bahwa transfer data dibatasi untuk tujuan sah dan under strict oversight oleh otoritas Indonesia.
3. Peringatan Tokoh dan Lembaga
ELSAM menyatakan kekhawatiran jika data pribadi warga dijadikan komoditas dan diperlakukan secara tidak adil dalam perjanjian dagang.
Puan Maharani (Ketua DPR RI) meminta penjelasan teknis serta jaminan bahwa UU PDP tak dilanggar oleh perjanjian tersebut.
CISSReC (Cyber Security Research Institute) memperingatkan risiko penurunan kedaulatan digital, ketimpangan ekonomi digital, serta potensi penyalahgunaan data oleh aktor asing.
📦 Data Penduduk Indonesia: Apa yang Bisa Diakses AS?
Cakupan Data: Meliputi informasi dari layanan digital seperti mesin pencari, platform media sosial, layanan cloud, dan transaksi e‑commerce yang berbasis AS.
Jumlah Populasi Indonesia: Diperkirakan mencapai sekitar 284 juta jiwa pada pertengahan 2025, dengan pertumbuhan ~1,1% per tahun dan mayoritas berada di Pulau Jawa.
⚠️ Dampak Potensial bagi Masyarakat Indonesia
a) Risiko Privasi dan Hilangnya Kontrol
Transfer data atas yurisdiksi nasional mengurangi kontrol negara dalam melindungi hak warga atas data mereka. Jika data diakses oleh perusahaan atau lembaga keamanan AS di bawah hukum lokal AS (misalnya CLOUD Act), pengawasan domestik terhadap penggunaan data menjadi tidak efektif.
b) Ketimpangan Ekonomi dan Ketergantungan Teknologi
Data pengguna menjadi bahan baku AI, perilaku algoritmik, dan inovasi teknologi. Jika analisis dan manfaat ekonomi dilakukan di luar negeri, Indonesia menjadi pasokan mentah digital tanpa nilai tambah, memperdalam ketergantungan teknologi asing.
c) Ancaman Keamanan Nasional & Pengaruh Asing
Akses data massal membuat kemungkinan intersepsi, manipulasi, atau penyalahgunaan meningkat; data strategis bisa digunakan sebagai alat pengaruh politik atau dalam konflik cyber.
d) Potensi Pelanggaran Hukum Domestik
Jika transfer tidak diatur dengan ketat, UU PDP dapat dilanggar. Misalnya, tanpa lembaga pengawas independen yang kuat, sanksi bagi pelanggaran sulit ditegakkan. Hingga kini, Badan Perlindungan Data (DPA) belum efektif terbentuk, menurut berbagai pengamat.
🧠 Apa yang Wajib Kita Tahu dan Lakukan Sekarang?
Apa itu yang disepakati? Perjanjian perdagangan mencakup klausul transfer data pribadi dari Indonesia ke AS dengan baik sertifikat legal tanpa “larangan total”.
Dasar hukum nasional yang melindungi: UU PDP 2022, PP 71/2019, MR 5/2020 mengatur transfer data lintas batas, mitigasi risiko, dan perlindungan sipil dan pidana atas penyalahgunaan data.
Hak warga: Warga punya hak mengetahui bagaimana data mereka digunakan, persetujuan eksplisit, dan meminta audit oleh otoritas nasional.
Risiko nyata: Penyalahgunaan data, ketergantungan pada teknologi asing, pengawasan oleh lembaga asing, potensi ketimpangan ekonomi digital.
Peran pemerintah: Utamakan negosiasi syarat legal yang adil, audit, kontrol data, dan penguatan lembaga DPA. Harus ada transparansi teknis lengkap kepada DPR dan publik.
🛡️Kedaulatan Digital Indonesia Sedang Dipertaruhkan
Perjanjian dagang Indonesia–AS membuka akses terhadap data pribadi warga Indonesia ke yurisdiksi AS. Meski menurut pemerintah transfer data dibatasi dan diawasi secara ketat di bawah UU PDP, berbagai kalangan seperti ELSAM, DPR, dan CISSReC khawatir bahwa data bisa disalahgunakan, menurunkan kedaulatan digital, dan memperdalam ketergantungan pada teknologi asing. Pemerintah perlu memastikan bahwa keuntungan ekonomi digital tetap adil, data strategis tetap terkendali, dan hak privasi warga terlindungi di era digital global ini.