Keberadaan grup Facebook bernama Fantasi Sedarah telah memicu kehebohan di jagat maya Indonesia. Grup ini, yang berisi konten fantasi seksual bertema inses, menjadi viral setelah tangkapan layar percakapan anggotanya tersebar luas di media sosial. Dengan jumlah anggota yang mencapai lebih dari 32.000 orang, grup ini menuai kecaman dari berbagai pihak, termasuk masyarakat, tokoh publik, dan lembaga pemerintah.
Tindakan Pemerintah dan Aparat Penegak Hukum
Menanggapi keresahan publik, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) telah memblokir 30 tautan yang terkait dengan grup tersebut. Komdigi juga berkoordinasi dengan pihak Meta (induk perusahaan Facebook) untuk menelusuri akun dan aktivitas grup tersebut. Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Komdigi, Alexander Sabar, menyatakan bahwa pemutusan akses ini merupakan bagian dari pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan
Sementara itu, Direktorat Siber Polda Metro Jaya tengah menyelidiki identitas admin dan anggota grup tersebut. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menegaskan bahwa pihaknya akan menindak tegas pelaku yang terlibat dalam grup ini. Penyelidikan telah dilakukan sejak pekan lalu, dan polisi berkoordinasi dengan Meta dan Komdigi untuk melacak admin grup tersebut.
Kecaman dari Lembaga dan Tokoh Publik
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyatakan keprihatinannya terhadap potensi jumlah anak yang menjadi korban kekerasan seksual akibat keberadaan grup ini. KPAI berharap polisi dan Komdigi dapat bergerak cepat melacak dan mendata anggota-anggota dalam grup tersebut. Selain itu, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) mengecam keras keberadaan grup ini dan meminta Polri untuk mengusut tuntas kasus tersebut.
Anggota Komisi III DPR RI, Abdullah, juga mendesak aparat kepolisian untuk segera menangkap pelaku di balik grup tersebut. Ia menyatakan bahwa keberadaan grup ini mencederai nilai-nilai moral dan etika bangsa serta melanggar hukum.
Analisis Pakar dan Dampak Sosial
Pakar budaya dan komunikasi digital dari Universitas Indonesia, Firman Kurniawan, menyoroti peran algoritma media sosial dalam mengelompokkan pandangan dan minat pengguna secara homogen. Ia menekankan bahwa negara harus turun tangan untuk memberantas perkumpulan menyimpang seperti ini, karena jika dibiarkan, akan berdampak pada normalisasi penyimpangan inses.
Holy Ichda Wahyuni, pakar anak dari Universitas Muhammadiyah Surabaya, menyatakan bahwa fenomena ini mencerminkan semakin rentannya anak-anak terhadap risiko kekerasan seksual, bahkan dari lingkungan terdekat mereka. Ia menekankan pentingnya peran orang tua dan pendidik dalam melindungi anak-anak dari paparan konten berbahaya di media sosial.
Situasi ini menunjukkan perlunya pengawasan ketat terhadap konten digital dan pentingnya edukasi masyarakat tentang bahaya penyimpangan seksual. Pemerintah dan aparat penegak hukum diharapkan dapat bertindak tegas untuk mencegah penyebaran konten serupa di masa depan.