Indonesia Gagal ke Piala Dunia 2026 karena Kesalahan Sendiri
Perjalanan panjang Timnas Indonesia menuju Piala Dunia 2026 berakhir pahit. Skuad Garuda dan seluruh pendukungnya tak perlu mencari kambing hitam — sebab kegagalan ini murni akibat ulah sendiri.
King Abdullah Sports City Stadium menjadi saksi akhir perjuangan itu. Dalam dua laga penentuan, Indonesia kalah 2–3 dari Arab Saudi dan tumbang 0–1 dari Irak. Hasil tersebut menempatkan Indonesia di posisi juru kunci Grup B babak keempat Kualifikasi Piala Dunia 2026.
Dua tahun perjuangan berakhir dalam kekecewaan. Mimpi tampil di ajang sepak bola terbesar dunia harus ditunda setidaknya empat tahun lagi.

Awal Gemilang di Babak Awal Kualifikasi
Perjalanan Timnas dimulai sejak Oktober 2026, ketika Indonesia harus memulai dari babak pertama karena posisi FIFA yang masih rendah.
Melawan Brunei Darussalam, Garuda tampil percaya diri dengan dua kemenangan telak 6–0 dan 6–0.
Di babak kedua, Indonesia tergabung dengan Irak, Vietnam, dan Filipina. Di bawah arahan Shin Tae-yong, Indonesia tampil solid. Meski awalnya tak diunggulkan, skuad Garuda berhasil lolos ke babak ketiga sekaligus memastikan tiket ke Piala Asia 2027.
Dari enam laga, Indonesia kalah dua kali dari Irak, menang dua kali atas Vietnam, serta mencatat satu kemenangan dan satu hasil imbang melawan Filipina.
Langkah Tersendat dan Keputusan Kontroversial
Memasuki babak ketiga, tantangan semakin berat. Indonesia berada satu grup dengan Jepang, Australia, Arab Saudi, Bahrain, dan China.
Enam pertandingan awal hanya menghasilkan satu kemenangan, tiga hasil imbang, dan dua kekalahan.
Kekalahan dari China menjadi titik krusial. Muncul isu disharmoni antara staf pelatih Shin Tae-yong dan para pemain. Meski Indonesia sempat bangkit, PSSI justru mengambil langkah mengejutkan: mengakhiri kerja sama dengan Shin Tae-yong dan menunjuk Patrick Kluivert sebagai pelatih baru.
Era Kluivert: Janji Tinggi, Hasil Mengecewakan
Kedatangan Patrick Kluivert awalnya diiringi optimisme tinggi. PSSI bahkan menyebutnya sebagai pelatih terbaik yang pernah menangani Indonesia.
Namun kenyataannya, performa Garuda justru menurun.
Dari enam pertandingan di bawah arahannya, Indonesia hanya meraih dua kemenangan dan empat kekalahan, dengan lima gol dan 15 kali kebobolan.
Dua kekalahan terakhir — melawan Arab Saudi dan Irak — menjadi akhir perjalanan menuju Piala Dunia.
Lebih parahnya, Kluivert bahkan tak menemui para suporter setelah kegagalan itu. Sebuah sikap yang membuat publik makin geram.
Fokus yang Salah Arah: Kecurangan Jadi Alasan
Menjelang babak keempat, PSSI ramai membahas isu potensi kecurangan. Mereka mempersoalkan penunjukan Arab Saudi dan Qatar sebagai tuan rumah, serta keberadaan wasit dari Kuwait dan China.
Namun, semua kekhawatiran itu terbukti tak berdasar.
Wasit Ahmed Al-Ali asal Kuwait dan Ma Ning dari China memimpin laga-laga Indonesia tanpa kontroversi berarti.
Kenyataannya, kekalahan Indonesia bukan karena wasit atau jadwal padat, melainkan karena kesalahan strategi dan buruknya penyelesaian akhir.
Kluivert juga dinilai keliru dalam menentukan susunan pemain, membuat permainan di lapangan tidak efektif.
Narasi kecurangan itu akhirnya justru menjadi bumerang. Alih-alih memotivasi, ia membuat tim kehilangan fokus untuk memperbaiki diri.
Saatnya Berbenah, Bukan Mencari Alasan
Kegagalan ke Piala Dunia 2026 harus menjadi pelajaran besar. PSSI perlu melakukan evaluasi menyeluruh — mulai dari manajemen tim, pemilihan pelatih, hingga komunikasi internal.
Keputusan mengganti Shin Tae-yong di tengah jalan jelas menjadi blunder besar. Semua langkah spekulatif itu kini berbuah kegagalan.
Sementara Kluivert, yang semestinya menunjukkan tanggung jawab moral, justru memilih bungkam.
Indonesia kini harus fokus menatap ke depan. Piala AFF 2026 menjadi ajang realistis untuk memulihkan kepercayaan diri tim. Meski sering diremehkan, turnamen ini bisa menjadi titik balik kebangkitan sepak bola nasional.
Daripada terus mencari alasan, lebih baik Indonesia membenahi fondasi. Karena untuk bisa bermimpi ke Piala Dunia, kita harus belajar lebih dulu dari kesalahan sendiri.