Artificial Intelligence selama ini dikenal sebagai teknologi yang memudahkan hidup manusia. Namun di balik manfaatnya, AI kini mulai dimanfaatkan oleh pihak-pihak berbahaya. Dalam beberapa tahun terakhir, kelompok ekstremis seperti ISIS hingga jaringan neo-Nazi dilaporkan mulai menggunakan AI untuk memperkuat propaganda dan menyebarkan ideologi mereka secara masif.
Propaganda yang dulu dibuat manual, kini bisa diproduksi secara otomatis, cepat, dan terlihat jauh lebih meyakinkan. Inilah yang membuat ancamannya menjadi lebih serius dibandingkan era sebelumnya.
Bagaimana AI Digunakan dalam Propaganda Ekstremis
1. Video dan Presenter Palsu Berbasis AI
Kelompok ekstremis mulai memproduksi video propaganda menggunakan figur presenter buatan AI. Sosok ini terlihat seperti pembaca berita sungguhan, lengkap dengan suara, gerak bibir, dan ekspresi wajah yang realistis. Mereka digunakan untuk menyampaikan pesan ideologis dengan gaya seperti siaran televisi resmi agar terlihat lebih kredibel.
Bagi masyarakat awam, konten seperti ini sangat sulit dibedakan dengan tayangan berita asli.
2. Kloning Suara Tokoh dan Figur Publik
Teknologi kloning suara juga mulai dimanfaatkan. Suara tokoh tertentu dapat ditiru untuk membuat rekaman pidato palsu yang seolah-olah benar-benar diucapkan oleh tokoh tersebut. Cara ini digunakan untuk memperkuat kesan legitimasi dan membangun emosi audiens.
3. Penyebaran Multibahasa Otomatis
Dengan bantuan AI, propaganda kini bisa diterjemahkan secara instan ke banyak bahasa. Ini membuat penyebaran ideologi ekstrem menjadi lintas negara dan lintas budaya, menjangkau lebih banyak orang dalam waktu singkat.
4. Pesan yang Dipersonalisasi
AI memungkinkan pembuatan pesan propaganda yang menyesuaikan minat dan kebiasaan pengguna internet. Artinya, setiap orang bisa menerima versi pesan yang berbeda, sesuai dengan apa yang sering mereka tonton atau cari di media sosial. Teknik ini membuat propaganda terasa lebih relevan dan “mengena” secara personal.
Neo-Nazi Tak Ketinggalan Memanfaatkan AI
Kelompok ekstremis sayap kanan, termasuk neo-Nazi, juga memanfaatkan AI untuk menyebarkan konten rasis dan ideologi kebencian. Mereka membuat audio, poster digital, hingga video berbasis AI yang disebarkan di platform media sosial, forum tertutup, dan aplikasi pesan instan.
Beberapa di antaranya bahkan membuat audiobook dan narasi ideologis dengan suara AI agar mudah dikonsumsi oleh pengikutnya.
Mengapa Ini Berbahaya?
1. Sulit Dibedakan dari Konten Asli
AI mampu menghasilkan gambar, suara, dan video yang tampak sangat nyata. Banyak orang tidak sadar bahwa konten yang mereka tonton adalah hasil rekayasa, sehingga berisiko menerima informasi palsu sebagai kebenaran.
2. Penyebaran Lebih Cepat dan Masif
Propaganda berbasis AI bisa dibuat dalam jumlah besar, lalu disebarkan otomatis. Ini mempercepat proses radikalisasi, terutama bagi pengguna internet yang sedang mencari identitas, komunitas, atau makna hidup.
3. Potensi Mempengaruhi Emosi dan Pola Pikir
Konten ekstremis biasanya dirancang untuk memicu emosi — marah, takut, atau merasa “dipanggil”. AI membuat proses manipulasi emosi ini menjadi lebih efektif dan terstruktur.
Cara Melindungi Diri dari Propaganda Berbasis AI
Beberapa langkah sederhana yang bisa dilakukan:
Jangan langsung percaya pada konten sensasional, terutama yang memancing emosi kuat
Periksa ulang sumber dan narasi yang disampaikan
Waspada terhadap video, suara, atau poster digital yang tampak terlalu “sempurna”
Hindari menyebarkan konten yang belum jelas kebenarannya
Biasakan bersikap kritis terhadap informasi yang beredar di media sosial
Penutup
AI adalah teknologi netral. Namun ketika jatuh ke tangan yang salah, ia bisa berubah menjadi alat penyebaran kebencian, manipulasi, dan radikalisasi massal. Penggunaan AI oleh ISIS, neo-Nazi, dan kelompok ekstremis lainnya menunjukkan bahwa ancaman digital kini tidak hanya soal hoaks, tetapi juga soal ideologi dan keamanan sosial.
Di era ini, literasi digital bukan lagi pilihan, melainkan kebutuhan. Waspada, kritis, dan tidak mudah terpengaruh adalah kunci agar kita tidak menjadi target berikutnya.