Umum

Kenapa Kita Sering Hidup dalam Denial tanpa Sadar?

Riska
13 November 2025
1 menit membaca
Kenapa Kita Sering Hidup dalam Denial tanpa Sadar?
Bagikan:

Dalam perjalanan hidup, tidak semua hal berjalan sesuai harapan. Ada kalanya kenyataan begitu berat hingga seseorang memilih untuk menolak mengakuinya. Inilah yang disebut denial atau penyangkalan. Denial bukan sekadar bentuk kebohongan terhadap orang lain, tetapi lebih dalam: kebohongan terhadap diri sendiri.

Apa Itu Denial terhadap Kehidupan?

Denial adalah mekanisme pertahanan diri ketika seseorang merasa tidak siap menerima kenyataan. Dalam konteks kehidupan, denial bisa muncul dalam berbagai bentuk — menolak fakta bahwa hubungan sudah berakhir, menolak kenyataan bahwa pekerjaan tak lagi membuat bahagia, atau bahkan menolak perubahan yang tak bisa dihindari.

Seseorang yang hidup dalam denial sering berpura-pura bahwa semuanya “baik-baik saja”, padahal di dalam dirinya ada gejolak besar yang tak terselesaikan. Mereka menyembunyikan luka dengan senyum, mengganti rasa sakit dengan kesibukan, dan menghindar dari percakapan yang menyentuh inti masalah.

Tanda-Tanda Seseorang Hidup dalam Denial

  1. Selalu mengatakan “Aku baik-baik saja” padahal jelas tidak.
    Kata ini jadi tameng agar tak perlu membuka diri terhadap kenyataan atau emosi yang menyakitkan.

  2. Menyalahkan keadaan atau orang lain.
    Daripada mengakui ada masalah dalam diri, mereka lebih mudah mencari kambing hitam di luar.

  3. Menolak perubahan.
    Denial sering membuat seseorang bertahan di zona nyaman meskipun tempat itu perlahan menyakitinya.

  4. Menghindari refleksi diri.
    Orang yang hidup dalam penyangkalan jarang berhenti untuk bertanya: “Apa sebenarnya yang sedang aku rasakan?”

Mengapa Denial Terjadi?

Denial muncul karena otak dan hati ingin melindungi diri dari rasa sakit. Ia adalah bentuk coping mechanism alami manusia. Namun, jika dibiarkan terlalu lama, denial justru menjadi jebakan yang membuat seseorang terjebak dalam stagnasi emosional.

Kita takut kecewa, takut kehilangan kendali, takut merasa gagal. Maka yang paling mudah adalah berpura-pura semuanya normal — padahal yang sebenarnya terjadi adalah perlahan kehilangan arah hidup.

Dampak Hidup dalam Denial

Menolak kenyataan bukan hanya membuat emosi tertahan, tetapi juga menghambat pertumbuhan pribadi. Dalam jangka panjang, denial bisa menyebabkan:

  • stres kronis,

  • kehilangan makna hidup,

  • hubungan yang renggang dengan orang lain,

  • bahkan gangguan kesehatan mental seperti depresi atau kecemasan.

Cara Keluar dari Denial

  1. Berani Mengakui.
    Langkah pertama adalah kejujuran pada diri sendiri. Mengakui bukan berarti lemah, tapi justru tanda kekuatan untuk menghadapi kenyataan.

  2. Belajar Menerima.
    Penerimaan tidak sama dengan pasrah. Ia adalah titik di mana kita berhenti melawan realita, dan mulai belajar berdamai dengannya.

  3. Curhat atau Terapi.
    Berbicara dengan orang yang dipercaya, atau profesional, bisa membuka perspektif baru dan membantu melepaskan beban.

  4. Refleksi dan Kesadaran Diri.
    Tanyakan pada diri sendiri: “Apa yang sebenarnya aku hindari?” Jawaban dari pertanyaan ini sering kali menjadi kunci untuk mulai pulih.

Penutup

Denial adalah bagian dari manusia — wajar, tapi tidak boleh jadi rumah. Kita boleh berhenti sejenak untuk menghindari rasa sakit, tapi jangan menetap di sana. Sebab, hanya dengan menghadapi kenyataan, kita bisa benar-benar hidup.

Menolak realita tidak membuatnya hilang. Ia hanya menunggu di tikungan waktu, menuntut untuk akhirnya dihadapi. Dan saat kita berani melakukannya, hidup kembali terasa nyata — meski tidak selalu indah, tapi sungguh berarti.


Ingin Tingkatkan Performa Bisnis Anda?

Dapatkan platform WhatsApp Blasting & AI Chatbot terbaik untuk mengoptimalkan bisnis Anda.