Nama Chandra Mouli Nagamallaiah, atau akrab disapa Bob oleh teman-temannya, kini menjadi sorotan dunia. Ia bukan selebritas, bukan politisi, bukan pula tokoh publik besar. Ia hanyalah seorang pria sederhana asal Bengaluru, India, yang bekerja keras membangun mimpi di negeri orang. Namun, hidupnya terhenti secara tragis pada 10 September 2025, setelah menjadi korban pembunuhan keji di sebuah motel tempat ia bekerja di Dallas, Texas, Amerika Serikat.
Peristiwa ini bukan sekadar sebuah kasus kriminal. Kisah Chandra Mouli adalah potret tentang mimpi seorang imigran, perjuangan seorang ayah, trauma mendalam keluarga yang ditinggalkan, hingga refleksi tentang sistem imigrasi dan keselamatan kerja di Amerika.
Dari Jalanan Bengaluru ke Kota Dallas: Mimpi yang Dirangkai
Chandra Mouli lahir dan besar di Bengaluru, Karnataka. Sejak kecil, ia dikenal sebagai anak yang ramah dan pekerja keras. Ia menempuh pendidikan di Indiranagar Cambridge School lalu melanjutkan ke National College, Basavanagudi. Setelah dewasa, ia menggeluti dunia usaha kecil-kecilan di Bengaluru, termasuk mengelola sebuah rumah kos (paying guest).
Namun, mimpi Chandra Mouli tak berhenti di sana. Ia ingin sesuatu yang lebih besar. Pada 2018, ia bersama istri tercinta, Nisha, dan putra semata wayangnya, Gaurav, memutuskan pindah ke Amerika Serikat. Awalnya keluarga kecil ini tinggal di San Antonio, sebelum akhirnya menetap di Dallas.
Di negeri baru, ia bekerja di industri perhotelan. Meski penuh tantangan, Chandra Mouli tak kehilangan tekad. Ia bahkan berencana membangun jaringan hotel dengan sentuhan khas India Selatan, termasuk restoran yang menghadirkan cita rasa kampung halamannya. “Bob punya mimpi besar, tapi kakinya tetap berpijak di bumi,” begitu kesan yang dituturkan kerabatnya di India.
Di balik ambisi dan kerja kerasnya, Chandra Mouli hanyalah seorang suami dan ayah yang mencintai keluarganya. Putranya, Gaurav, kini berusia 18 tahun. Sejak awal pindah ke Amerika, alasan utama Chandra adalah memberikan masa depan lebih baik untuk anaknya. Ia ingin memastikan pendidikan Gaurav tidak terhambat, meski harus meninggalkan tanah kelahiran.
Istrinya, Nisha, selalu mendampinginya di setiap langkah. Keluarga ini mungkin sederhana, tapi mereka adalah segalanya satu sama lain. Semangat itulah yang membuat Chandra terus bertahan menghadapi kerasnya hidup sebagai imigran di negeri orang.
Tanggal 10 September 2025 seharusnya berjalan biasa. Chandra Mouli, yang bekerja sebagai manajer motel di Dallas, menjalani rutinitasnya. Namun, pagi itu terjadi perselisihan kecil dengan seorang pegawai bernama Yordanis Cobos-Martinez, imigran asal Kuba.
Masalahnya tampak sepele: sebuah mesin cuci yang rusak. Chandra meminta seorang staf lain menerjemahkan instruksi untuk Cobos-Martinez, karena ada hambatan bahasa. Namun, justru itulah yang memicu amarah. Cobos-Martinez merasa direndahkan, dan pertengkaran pun terjadi.
Tak lama kemudian, situasi berubah menjadi mimpi buruk. Cobos-Martinez meninggalkan ruangan, lalu kembali dengan sebilah parang. Ia mengejar Chandra di lorong motel, sementara Nisha dan Gaurav menyaksikan dengan panik. Chandra sempat mencoba menyelamatkan diri dengan berlari ke arah kantor motel. Namun, serangan itu terlalu cepat dan brutal.
Di depan istri dan anaknya, Chandra ditikam berulang kali hingga akhirnya dipenggal. Lebih mengejutkan lagi, kepala korban sempat dibawa pelaku dan dibuang ke tong sampah. Sebuah tindakan yang meninggalkan trauma tak tergambarkan bagi keluarganya.
Polisi Dallas segera tiba di lokasi setelah mendapat laporan darurat. Mereka menemukan Cobos-Martinez tidak jauh dari tempat kejadian, berlumuran darah. Senjata yang diduga digunakan dalam pembunuhan juga berhasil diamankan.
Tersangka kini menghadapi dakwaan capital murder, salah satu tuduhan pidana paling serius di Texas, yang bisa berujung hukuman mati atau penjara seumur hidup tanpa kemungkinan pembebasan bersyarat. Selain itu, pihak imigrasi AS (ICE) telah menempatkan detainer imigrasi pada Cobos-Martinez, karena status keimigrasiannya bermasalah dan ia memiliki catatan kriminal sebelumnya di negara bagian lain.
Kasus ini pun bergulir menjadi sorotan nasional. Politisi hingga Presiden AS turut menyinggung tragedi ini, terutama terkait kebijakan imigrasi dan pengawasan orang-orang dengan catatan kriminal.
Tak ada kata yang bisa benar-benar menggambarkan penderitaan Nisha dan Gaurav. Dalam sekejap, mereka kehilangan sosok suami dan ayah yang menjadi pusat hidup mereka. Lebih buruk lagi, mereka menyaksikan langsung peristiwa mengerikan itu.
Komunitas India di AS dan Bengaluru segera bergerak menggalang dana untuk membantu keluarga ini, termasuk biaya pemakaman serta pendidikan Gaurav. Banyak sahabat dan kerabat mengenang Chandra sebagai pria penuh senyum, pekerja keras, dan sosok yang selalu mengutamakan keluarga.
Tragedi pembunuhan Chandra Mouli bukan hanya tentang satu keluarga. Ada banyak isu besar yang mencuat:
Keselamatan pekerja imigran. Banyak imigran bekerja di sektor padat karya seperti motel, restoran, dan konstruksi. Kasus ini menyoroti bagaimana konflik kecil bisa berubah menjadi tragedi bila tidak ada sistem manajemen konflik yang efektif.
Hambatan bahasa. Perselisihan bermula dari masalah komunikasi. Perbedaan bahasa sering kali menjadi pemicu salah paham di tempat kerja multikultural.
Kebijakan imigrasi. Fakta bahwa tersangka memiliki catatan kriminal dan pernah bermasalah dengan imigrasi menimbulkan pertanyaan: bagaimana pengawasan imigrasi dijalankan? Mengapa orang dengan riwayat kriminal bisa kembali bekerja di komunitas?
Dukungan psikologis untuk keluarga korban. Trauma yang dialami Nisha dan Gaurav akan membutuhkan pendampingan jangka panjang, bukan hanya dukungan finansial, tapi juga emosional.
Meski hidupnya berakhir tragis, kenangan tentang Chandra Mouli akan tetap hidup. Bagi teman-temannya di Bengaluru, ia adalah sahabat yang murah senyum. Bagi komunitas India di Dallas, ia adalah simbol kerja keras dan semangat imigran. Bagi keluarganya, ia adalah pahlawan yang telah berjuang sejauh ini demi mereka.
Kisah Chandra Mouli Nagamallaiah adalah pengingat bahwa di balik angka-angka imigrasi, berita kriminal, dan perdebatan politik, ada manusia nyata dengan mimpi, keluarga, dan harapan. Ia datang ke Amerika bukan untuk mencari masalah, melainkan untuk memberi masa depan lebih baik bagi keluarganya.
Tragedi yang menimpanya adalah luka yang dalam, tetapi juga sebuah cermin. Cermin bahwa komunikasi, toleransi, dan keamanan di tempat kerja adalah hal penting yang tak bisa diabaikan. Dan cermin bahwa kebijakan imigrasi bukan hanya soal politik, melainkan soal nyawa manusia.