Krisis Air Parah di Iran: Antara Salah Kelola dan Ancaman Masa Depan
Iran saat ini sedang menghadapi krisis air paling parah dalam beberapa dekade terakhir. Bendungan-bendungan yang selama ini menjadi sumber utama air bagi ibu kota Tehran dan wilayah sekitarnya kini hampir kering. Kondisi ini bukan hanya akibat perubahan iklim global, tetapi juga hasil dari puluhan tahun salah kelola sumber daya air oleh pemerintah.

Akar Masalah: Pertanian yang Tidak Berkelanjutan
Menurut laporan Al Jazeera (2025), sekitar 90% pasokan air Iran digunakan untuk pertanian, sebagian besar untuk menanam tanaman yang sangat boros air seperti gandum dan beras. Padahal, banyak lahan pertanian tersebut terletak di daerah kering yang tidak cocok untuk jenis tanaman tersebut.
Kebijakan pemerintah Iran yang menekankan “kemandirian pangan nasional” mendorong petani menggunakan air tanah secara berlebihan. Akibatnya, ribuan sumur bor terus digali tanpa pengawasan, menyebabkan air tanah menurun drastis dan tanah menjadi retak atau bahkan ambles.
Dampak Sosial dan Ekonomi
Krisis air ini berdampak langsung pada jutaan warga Iran.
Di beberapa kota seperti Isfahan dan Yazd, air bersih kini hanya mengalir beberapa jam dalam sehari.
Warga terpaksa membeli air dari truk tangki dengan harga tinggi.
Ribuan petani kehilangan mata pencaharian karena gagal panen.
Situasi ini mulai memicu gelombang migrasi internal, di mana banyak penduduk desa pindah ke kota besar seperti Tehran, Mashhad, atau Shiraz untuk mencari pekerjaan. Namun, urbanisasi yang tidak terkendali justru memperparah tekanan terhadap sistem air di kota-kota tersebut.
Dimensi Politik dan Keamanan
Krisis air kini telah menjadi isu politik dan keamanan nasional.
Dalam beberapa tahun terakhir, Iran mengalami protes besar-besaran akibat kelangkaan air, terutama di provinsi Khuzestan — wilayah kaya minyak namun miskin air.
Pemerintah berulang kali menuding faktor eksternal seperti “perubahan iklim global” dan “kebijakan negara tetangga” sebagai penyebabnya. Namun banyak ahli menilai akar masalah utama tetap pada kebijakan internal yang tidak efisien dan minim transparansi.
Solusi yang Masih Samar
Pemerintah Iran kini mulai meluncurkan program penghematan air, termasuk:
Modernisasi sistem irigasi,
Pembatasan pengeboran sumur liar, dan
Kampanye publik tentang konservasi air.
Namun, para analis menilai langkah-langkah tersebut masih bersifat reaktif dan tidak menyentuh akar masalah struktural.
Iran juga sedang mempertimbangkan desalinasi air laut (mengubah air laut menjadi air tawar) di wilayah selatan seperti Bandar Abbas, tetapi proyek ini menghadapi tantangan biaya yang tinggi dan keterbatasan energi.
Masa Depan yang Tidak Pasti
Jika tren ini terus berlanjut, para pakar memperkirakan Iran akan mengalami defisit air nasional yang serius dalam waktu kurang dari 10 tahun. Beberapa provinsi bahkan bisa menjadi tidak layak huni, memaksa jutaan orang bermigrasi ke daerah lain.
Krisis air di Iran menjadi peringatan global bahwa perubahan iklim bukan satu-satunya ancaman — kebijakan manusia dan eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan dapat mempercepat kehancuran lingkungan bahkan lebih cepat daripada bencana alam itu sendiri.