Pacaran seharusnya menjadi fase saling mengenal secara jujur antara dua individu. Namun, kenyataannya banyak pasangan yang justru berpura-pura, baik menyembunyikan sifat asli, memalsukan perasaan, maupun menciptakan citra ideal di depan pasangannya. Mengapa hal ini terjadi? Artikel ini akan mengupas penyebab umum di balik perilaku berpura-pura saat pacaran, dilengkapi riset ilmiah dan data psikologis.
1. Takut Kehilangan: Ketakutan Akan Kedekatan Emosional
Banyak orang berpura-pura karena takut jika mereka tampil apa adanya, pasangan akan pergi atau menolak mereka. Ini disebut fear of intimacy (ketakutan akan kedekatan emosional). Menurut riset di Psychology Today, sekitar 17% orang dewasa mengalami kecemasan mendalam saat harus terbuka sepenuhnya dengan pasangan karena takut ditinggalkan atau disakiti. Akibatnya, mereka memilih untuk memakai “topeng” demi mempertahankan hubungan.
2. Gaya Kelekatan yang Tidak Aman
Teori attachment menjelaskan bahwa pola asuh masa kecil membentuk gaya kelekatan dalam hubungan dewasa. Individu dengan gaya kelekatan anxious (cemas) atau avoidant (menghindar) sering merasa tidak aman. Mereka mungkin berpura-pura kuat padahal rapuh, atau berpura-pura cuek padahal sebenarnya butuh perhatian. Sebuah artikel dari Journal of Personality and Social Psychology menunjukkan bahwa pasangan dengan insecure attachment lebih cenderung memalsukan perasaan untuk menjaga hubungan tetap berjalan.
3. Pengaruh Media Sosial dan Budaya “Citra Sempurna”
Di era Instagram, TikTok, dan Snapchat, banyak pasangan terjebak dalam kebutuhan untuk tampil sempurna di depan publik. Riset dari Journal of Social and Personal Relationships menyebutkan bahwa pasangan muda sering memanipulasi citra hubungan mereka di media sosial demi validasi sosial, meskipun kenyataannya hubungan mereka penuh konflik. Budaya ini menciptakan tekanan untuk terus terlihat harmonis, walau di balik layar justru penuh pura-pura.
4. Motif Manipulasi atau Keuntungan Pribadi
Tidak semua kepura-puraan berakar pada rasa takut atau ketidakamanan; sebagian murni didasari niat manipulatif. Penelitian dari Personality and Individual Differences menyebutkan bahwa individu dengan sifat Machiavellian cenderung memanipulasi pasangan demi keuntungan finansial, status sosial, atau sekadar kontrol emosional. Mereka berpura-pura mencintai padahal sebenarnya hanya memanfaatkan.
5. Ketidakjujuran dalam Dunia Kencan Online
Dalam ranah online dating, kepura-puraan justru sudah jadi “norma”. Menurut survei oleh Pew Research Center, sekitar 25% pengguna aplikasi kencan online berbohong tentang detail pribadi seperti usia, tinggi badan, atau status pekerjaan untuk menarik minat calon pasangan. Hal ini menciptakan ilusi awal yang sulit ditebus dengan kejujuran di kemudian hari.
Cara Mengatasi: Bangun Hubungan yang Lebih Jujur
Mengatasi kepura-puraan dalam pacaran memerlukan usaha dari kedua pihak:
✅ Bangun komunikasi terbuka tanpa takut dihakimi.
✅ Kenali pola attachment Anda dan pasangan.
✅ Kurangi tekanan untuk terlihat sempurna di media sosial.
✅ Waspadai tanda-tanda manipulasi dan jangan takut mengakhiri hubungan yang tidak sehat.
✅ Jika perlu, temui konselor atau terapis hubungan untuk bantuan profesional.
Sumber-sumber Valid
Psychology Today, “Fear of Intimacy and Closeness in Relationships”
https://www.psychologytoday.com/us/blog/the-freedom-change/201504/fear-intimacy-and-closeness-in-relationshipsJournal of Personality and Social Psychology, “Adult Attachment and Relationship Quality”
https://psycnet.apa.org/doi/10.1037/0022-3514.61.2.226Journal of Social and Personal Relationships, “Social Media and Relationship Perceptions”
https://journals.sagepub.com/home/sprPersonality and Individual Differences, “Machiavellianism and Romantic Relationships”
https://www.sciencedirect.com/journal/personality-and-individual-differencesPew Research Center, “Online Dating and Relationships”
https://www.pewresearch.org/internet/online-dating