Src Img : Kompas
Parlemen Malaysia resmi mengesahkan Gig Workers Bill 2025, sebuah undang-undang yang memberikan perlindungan kesejahteraan bagi lebih dari 1,2 juta pekerja lepas di negeri jiran. Kebijakan ini menyasar para pekerja di sektor gig economy, termasuk pengemudi ojek daring, sopir ride-hailing, hingga kurir pengantaran.
Untuk pertama kalinya, hukum di Malaysia secara formal mengakui pekerja lepas sebagai kategori tersendiri dalam angkatan kerja, terpisah dari karyawan penuh waktu dan kontraktor independen. Melalui aturan baru ini, perusahaan diwajibkan memberikan kontrak tertulis yang mencakup gaji, asuransi, hingga ketentuan pemutusan kerja.
Salah satu poin penting dalam regulasi ini adalah larangan bagi perusahaan untuk memberhentikan pekerja lepas secara sepihak tanpa melalui proses yang adil. Dengan demikian, posisi tawar para gig workers kini lebih kuat dalam menghadapi perusahaan.
Tak hanya itu, undang-undang ini juga mendirikan Gig Workers Tribunal, sebuah badan khusus yang berwenang menyelesaikan sengketa antara pekerja dan perusahaan. Tribunal ini dapat memerintahkan pembayaran gaji yang tertunda, kompensasi, hingga pemulihan status kerja.
Menteri Sumber Daya Manusia Malaysia, Steven Sim Chee Keong, menyebut pengesahan undang-undang ini sebagai solusi atas kesenjangan perlindungan yang sudah lama dialami pekerja lepas. Ia menilai, langkah ini menjadi bentuk perlindungan overdue bagi tenaga kerja freelance dan wiraswasta di Malaysia.
Kebijakan ini dipandang sebagai tonggak penting dalam memberikan keadilan serta perlindungan sosial bagi pekerja di sektor ekonomi digital yang terus berkembang pesat.