Perang Sipil Suriah: Konflik yang Tak Kunjung Usai dan Krisis Kemanusiaan yang Memburuk
Damaskus, 21 Mei 2025 – Perang sipil di Suriah yang telah berlangsung selama lebih dari satu dekade masih menyisakan luka mendalam, baik secara politik, sosial, maupun kemanusiaan. Meski intensitas konflik bersenjata menurun sejak 2020, ketegangan antarfaksi dan penderitaan rakyat sipil terus berlangsung hingga kini.
1. Akar Konflik
Perang sipil Suriah bermula pada tahun 2011, ketika gelombang Arab Spring menyebar ke negara itu. Demonstrasi damai menuntut reformasi dari pemerintahan Presiden Bashar al-Assad dibalas dengan kekerasan oleh aparat keamanan. Situasi segera berkembang menjadi konflik bersenjata antara pasukan pemerintah, kelompok pemberontak, milisi Kurdi, dan kelompok ekstremis seperti ISIS.
2. Perkembangan Terbaru 2025
Pada tahun 2025, perang masih belum sepenuhnya berakhir. Meskipun wilayah kendali ISIS telah direbut kembali, konflik sporadis masih terjadi di wilayah utara dan timur, terutama antara pasukan pemerintah dan kelompok oposisi yang didukung asing.
Salah satu isu utama yang muncul baru-baru ini adalah krisis air parah di Damaskus. Musim dingin 2024–2025 menjadi yang terkering dalam hampir 70 tahun terakhir, memicu kekurangan pasokan air bersih di ibu kota. Lembah sungai Barada yang menjadi sumber utama air, kini mengalami penyusutan drastis. Penduduk kota menghadapi pemadaman air berkala dan kualitas sanitasi yang memburuk.
3. Dampak Kemanusiaan
Menurut data PBB, lebih dari 13 juta warga Suriah masih membutuhkan bantuan kemanusiaan. Dari jumlah itu, sekitar 6,5 juta orang menjadi pengungsi internal, sementara jutaan lainnya tersebar di negara-negara tetangga seperti Turki, Lebanon, dan Yordania.
Organisasi kemanusiaan juga menghadapi tantangan besar dalam mendistribusikan bantuan, terutama di wilayah yang dikuasai oleh faksi-faksi bersenjata. Anak-anak paling terdampak—banyak dari mereka kehilangan akses ke pendidikan, nutrisi, dan layanan kesehatan dasar.
4. Reaksi Internasional
Upaya diplomatik dari PBB dan negara-negara besar seperti Rusia, Iran, dan Turki belum menghasilkan solusi damai yang permanen. Keberadaan pasukan asing di Suriah, baik secara langsung maupun tidak langsung, memperumit proses perdamaian.
Meskipun terdapat perjanjian gencatan senjata di beberapa wilayah, tidak sedikit yang dilanggar. Selain itu, perhatian dunia kini lebih tersita pada konflik di Ukraina, krisis Israel-Palestina, dan perubahan iklim, membuat Suriah seperti "konflik yang dilupakan".
5. Penutup
Perang sipil Suriah adalah cerminan kompleksitas politik Timur Tengah, kegagalan diplomasi internasional, dan dampak brutal dari perang berkepanjangan terhadap warga sipil. Dunia internasional dituntut untuk tidak melupakan Suriah dan mendukung terciptanya perdamaian yang adil dan berkelanjutan.