Umum

Politikus PDIP Soal Gugatan “Rakyat Bisa Pecat DPR”: Rakyat yang Mana?

Abdul Faisal
20 November 2025
1 menit membaca
Politikus PDIP Soal Gugatan “Rakyat Bisa Pecat DPR”: Rakyat yang Mana?
Bagikan:

Isu tentang mekanisme pemberhentian anggota DPR oleh rakyat kembali memantik perdebatan. Hal ini muncul setelah sekelompok mahasiswa mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK), menuntut agar rakyat diberi kewenangan langsung untuk memecat wakilnya yang dinilai tidak bekerja dengan baik. Gugatan tersebut sekaligus menyoroti kewenangan partai politik yang selama ini memegang kendali penuh terhadap proses pergantian antar waktu (PAW) anggota dewan.

Meski berasal dari aspirasi publik, tuntutan ini justru memicu pertanyaan besar dari kalangan politik. Salah satu suara kritis datang dari politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Darmadi Durianto. Ia mempertanyakan konsep “rakyat” yang dimaksud sebagai pemberi sanksi langsung kepada anggota DPR.


Bisakah Rakyat Memecat DPR?

Gugatan mahasiswa tersebut pada intinya meminta agar pemberhentian anggota DPR tidak hanya dilakukan oleh partai politik, tetapi juga bisa diinisiasi oleh masyarakat di daerah pemilihan. Mereka menilai rakyat hanya memiliki kuasa ketika memilih pada saat pemilu, namun tidak punya wewenang apapun setelah wakilnya menduduki kursi parlemen.

Konsep ini mirip dengan mekanisme recall di sejumlah negara, di mana publik dapat mencabut mandat wakil mereka jika dianggap gagal menjalankan tugas. Mekanisme ini dipandang sebagai salah satu bentuk koreksi terhadap defisit demokrasi, karena rakyat tidak bisa berbuat banyak ketika anggota DPR terlibat skandal, tidak hadir dalam sidang, atau tidak memperjuangkan aspirasi konstituen.


Respons PDIP: “Rakyat yang Mana?”

Menanggapi dorongan agar rakyat bisa memecat wakilnya, Darmadi Durianto menilai bahwa gagasan tersebut harus dipikirkan secara matang. Bukan karena menolak suara publik, tetapi karena ia khawatir jika tidak ada mekanisme yang jelas, justru bisa menimbulkan kekacauan di tengah masyarakat.

Menurutnya, publik tidak selalu bersikap seragam terhadap seorang wakil. Ada kelompok yang menilai kinerja seseorang buruk, sementara sebagian lainnya merasa telah terwakili dengan baik. Jika mekanisme pemecatan diserahkan semata-mata kepada rakyat, pertanyaannya adalah: rakyat yang mana yang berhak memutuskan?

Darmadi juga menambahkan bahwa penilaian terhadap anggota dewan sebaiknya tetap dilakukan melalui pemilu. Rakyat dapat memberi “hukuman” dengan tidak memilih kembali anggota yang dianggap tidak layak. Selain itu, masyarakat juga bisa menyampaikan kritik atau laporan ke partai politik atau fraksi yang menaungi anggota tersebut untuk dievaluasi secara internal.


Dilema Demokrasi: Antara Akuntabilitas dan Stabilitas

Usulan agar rakyat dapat memecat DPR sejatinya memperkuat akuntabilitas wakil rakyat. Namun implementasinya tidak sesederhana kelihatannya. Ada beberapa persoalan yang perlu dipikirkan:

1. Beragamnya Kepentingan Publik

Rakyat tidak selalu satu suara. Tanpa aturan ambang batas yang jelas, potensi konflik horizontal bisa terjadi ketika sebagian ingin memecat, sebagian mempertahankan.

2. Risiko Politisasi dan Populisme

Mekanisme recall bisa dimanfaatkan untuk serangan politik, terutama terhadap anggota DPR yang berani mengambil keputusan tidak populer, meski demi kepentingan jangka panjang.

3. Beban Administrasi dan Pengawasan

Proses penilaian, verifikasi laporan, hingga pelaksanaan pemecatan membutuhkan lembaga khusus agar tidak disalahgunakan atau sekadar menjadi alat balas dendam.


Perlu Mekanisme yang Jelas

Gagasan “rakyat bisa pecat DPR” merupakan langkah maju dalam memperkuat demokrasi. Namun, tanpa aturan detail yang menjelaskan batasan, syarat, serta siapa yang benar-benar berhak mengajukan pemecatan, usulan ini bisa berubah menjadi alat konflik dan politisasi.

Pandangan PDIP yang mempertanyakan “rakyat yang mana?” bukanlah penolakan mutlak terhadap aspirasi, melainkan peringatan agar mekanisme tersebut tidak diterapkan secara gegabah. Demokrasi tidak hanya membutuhkan kebebasan, tetapi juga kepastian hukum yang menjaga stabilitas.

Pada akhirnya, pemberdayaan rakyat tetap penting, namun harus diiringi dengan sistem yang matang. Pertanyaannya kini bukan lagi apakah rakyat boleh, tetapi bagaimana rakyat bisa memecat wakilnya tanpa menimbulkan masalah baru.

Ingin Tingkatkan Performa Bisnis Anda?

Dapatkan platform WhatsApp Blasting & AI Chatbot terbaik untuk mengoptimalkan bisnis Anda.