Umum

Ribuan Pemuda Jerman Gelar Aksi Tolak Rencana Wajib Militer

Riska
10 Desember 2025
1 menit membaca
Ribuan Pemuda Jerman Gelar Aksi Tolak Rencana Wajib Militer
Bagikan:

Ribuan pemuda dan pelajar di berbagai kota di Jerman turun ke jalan pada Rabu (10/12) untuk menolak kebijakan pertahanan baru yang membuka peluang diberlakukannya kembali wajib militer. Aksi protes berlangsung serentak di lebih dari 90 kota, mulai dari Berlin, Hamburg, Stuttgart, hingga Cologne.

Ketegangan muncul setelah parlemen federal Jerman mengesahkan undang-undang yang menghadirkan sistem dua jalur rekrutmen. Aturan tersebut menempatkan layanan militer sebagai opsi sukarela dengan kompensasi menarik. Namun bila jumlah sukarelawan tidak memenuhi target, pemerintah memiliki kewenangan untuk mengaktifkan skema wajib militer berbasis kebutuhan nasional.

Mulai 2026, pria dan wanita berusia 18 tahun akan menerima kuesioner untuk mengukur kesediaan mereka mengikuti dinas militer. Pria juga diwajibkan menjalani pemeriksaan medis sebagai bagian dari kesiapan rekrutmen. Pemerintah menilai reformasi ini penting untuk memperkuat kekuatan Bundeswehr yang selama beberapa tahun terakhir menghadapi kekurangan personel.

Di Berlin, lebih dari 3.000 peserta berkumpul di sekitar Hallesches Tor sebelum melanjutkan aksi long march menuju pusat kota. Massa membawa spanduk bertuliskan “No to compulsory military service”, “Students against wars and rearmament”, serta “Our future is ours”.

Sejumlah slogan seperti “Kami bukan peluru” dan “Kami bukan cannon fodder” menggema sepanjang jalur aksi sebagai simbol ketidaksetujuan terhadap potensi militerisasi generasi muda.

Aksi yang sama juga digelar di universitas, pusat kota, hingga alun-alun publik di berbagai wilayah Jerman, dipimpin oleh kelompok pemuda, pelajar, dan organisasi mahasiswa.

Para peserta aksi menyampaikan berbagai alasan penolakan, antara lain:

  • Kekhawatiran akan pemaksaan keterlibatan dalam konflik bersenjata, terutama di tengah meningkatnya ketegangan geopolitik Eropa.

  • Prioritas generasi muda yang lebih condong pada pendidikan, karier, dan kebebasan pribadi, bukan pada kewajiban militer.

  • Protes terhadap kemungkinan militerisasi masyarakat, yang dinilai dapat mengancam kebebasan sipil.

  • Kritik terhadap prioritas anggaran negara, yang dinilai lebih mengutamakan penguatan militer dibanding investasi pada pendidikan dan layanan sosial.

Bagi sebagian aktivis, wacana wajib militer dianggap dapat membebani masa depan generasi muda sekaligus mengurangi ruang bagi kebebasan menentukan arah hidup.

Pemerintah menegaskan bahwa kebijakan ini tidak otomatis memaksa generasi muda masuk militer. Tahap awal disebut sebatas pendataan dan pemeriksaan, sementara keputusan menerapkan wajib militer hanya akan dilakukan bila jumlah sukarelawan jauh di bawah kebutuhan nasional.

Namun, penjelasan tersebut belum cukup meredam kekhawatiran publik. Banyak pemuda menilai bahwa keberadaan opsi wajib militer saja sudah menjadi ancaman, karena sewaktu-waktu dapat diaktifkan oleh parlemen.

Pendukung kebijakan berargumen bahwa langkah ini diperlukan untuk menjamin kesiapan pertahanan negara di tengah situasi dunia yang semakin tidak stabil. Meski begitu, kritik mengenai potensi erosi nilai demokrasi dan kebebasan individu tetap menguat.

Protes besar-besaran ini menunjukkan bahwa isu pertahanan bukan hanya persoalan militer, tetapi juga menyangkut masa depan sosial dan nilai kebebasan generasi muda. Aksi tersebut menjadi sinyal kuat bahwa banyak anak muda Jerman ingin mempertahankan hak mereka menentukan masa depan sendiri tanpa paksaan negara.

Bagi para demonstran, wajib militer bukan sekadar kewajiban nasional — melainkan beban moral, sosial, dan masa depan. Mereka menegaskan bahwa masa depan generasi muda harus dipandu oleh pendidikan, karier, dan pilihan hidup pribadi, bukan oleh dinamika geopolitik atau keputusan militer.


Ingin Tingkatkan Performa Bisnis Anda?

Dapatkan platform WhatsApp Blasting & AI Chatbot terbaik untuk mengoptimalkan bisnis Anda.