Kronologi Peristiwa
Pada 1 Desember 2025, akun resmi White House (Gedung Putih) memposting sebuah video di media sosial (X), yang menampilkan aktivitas penangkapan imigran oleh U.S. Immigration and Customs Enforcement (ICE). Video tersebut disertai potongan lagu Juno — hit dari Sabrina Carpenter.
Lirik lagu “Juno” — “Have you ever tried this one? Bye-bye” — digunakan dalam video tersebut, dengan caption tambahan dari White House.
Pada 2 Desember 2025, Sabrina Carpenter bereaksi keras melalui posting di platform X (sebelumnya Twitter), menyatakan:
“this video is evil and disgusting. Do not ever involve me or my music to benefit your inhumane agenda.”
Dengan tegas Carpenter menolak penggunaan tanpa izin lagunya untuk mendukung narasi penegakan imigrasi — dan menuntut agar musiknya tidak lagi dikaitkan dengan video tersebut.
Pernyataan Sabrina Carpenter & Respons Publik
Sabrina menyebut video itu sebagai “evil and disgusting” (jahat dan menjijikkan).
Dalam posting-nya, ia meminta agar musiknya tidak dipakai lagi untuk mendukung agenda yang menurutnya “tidak manusiawi.”
Reaksi seni-musik internasional dan publik luas mendukung sikapnya — banyak yang menyayangkan bahwa lagu dan karya seni dipakai tanpa izin untuk kepentingan politik atau kebijakan yang kontroversial.
Kontroversi: Penggunaan Lagu untuk Agenda Pemerintah
Masalah Utama
Persekongkolan musik + tindakan keras — lagu pop ceria dibalik video razia, menciptakan kontras yang dianggap manipulatif dan trivial.
Tanpa izin artis — penggunaan lagu tanpa persetujuan penyanyi menimbulkan isu hak cipta serta etika.
Normalisasi tindakan kontroversial — dengan musik dan tempo yang viral, video bisa membuat razia imigran terlihat “normal” atau “diterima,” meskipun banyak pihak mengkritik kebijakan tersebut.
Komunitas Kreator Bersuara
Sabrina Carpenter hanyalah salah satu dari sejumlah artis yang menolak keras penggunaan lagu mereka untuk propaganda kebijakan imigrasi.
Online & media sosial ramai mengecam, menyuarakan bahwa karya artistik tidak boleh dipolitisasi tanpa persetujuan, apalagi untuk mendukung tindakan yang dianggap kontroversial.
Implikasi dari Kejadian Ini
Kesadaran hak cipta & etika penggunaan musik meningkat. Publik dan kreator makin kritis terhadap siapa dan untuk tujuan apa musik digunakan.
Artis makin tegas mempertahankan kontrol atas karya mereka. Mereka menuntut persetujuan tertulis, terutama jika karya digunakan dalam konten politik atau kebijakan publik.
Momen refleksi bagi pemerintah & lembaga institusi. Penggunaan musik popular untuk agenda politik tentu menarik perhatian, tetapi bisa memicu protes dan kontroversi jika dilakukan tanpa izin dan tanpa mempertimbangkan sensitivitas sosial.
Kesimpulan & Pesan
Karya musik & seni bukan sekadar “background sound”; mereka memiliki makna, konotasi, dan kekuatan pesan.
Artis seperti Sabrina Carpenter mempunyai hak moral dan hak cipta — dan mereka tidak ragu untuk bersuara jika karya mereka disalahgunakan.