Src Img : RRI
Pemerintah Singapura kembali menunjukkan ketegasannya dalam menghadapi kejahatan digital. Parlemen negara itu baru saja mengesahkan amandemen hukum pidana baru yang memungkinkan penerapan hukuman cambuk bagi pelaku penipuan online. Langkah ini menjadi sinyal keras dari pemerintah untuk melindungi warga dari maraknya kasus penipuan siber yang terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir.
Dalam pernyataannya, Menteri Negara Senior untuk Urusan Dalam Negeri, Sim Ann, menjelaskan bahwa kebijakan ini merupakan bentuk respons terhadap kelompok penipuan digital lintas negara yang telah menyebabkan kerugian besar.
“Pelaku yang melakukan penipuan dengan memanfaatkan komunikasi jarak jauh akan dijatuhi hukuman penjara dan minimal satu kali cambuk,” ujarnya.
Data dari Channel News Asia menunjukkan, kerugian akibat penipuan online di Singapura telah mencapai lebih dari US$2,8 miliar (sekitar Rp44,8 triliun) sejak tahun 2020. Dalam periode yang sama, tercatat hampir 190 ribu kasus penipuan — menjadikannya salah satu tantangan keamanan digital terbesar yang dihadapi negeri tersebut.
Meskipun aturan ini baru akan dilaksanakan secara teknis pada akhir 2025, keputusan parlemen tersebut menunjukkan arah kebijakan yang jelas: Singapura tidak main-main dengan keamanan digital.
Dengan reputasinya sebagai negara dengan hukum paling ketat di dunia, langkah ini bukan hanya untuk menindak pelaku kejahatan, tapi juga menjadi peringatan keras bagi para penipu siber di seluruh kawasan Asia Tenggara.