TEKNOLOGI

Teknologi AI Buatan Dokter ITS: Membaca MRI Lebih Akurat dari Mata Manusia

Siti Selpia
24 Mei 2025
1 menit membaca
Teknologi AI Buatan Dokter ITS: Membaca MRI Lebih Akurat dari Mata Manusia
Bagikan:

Teknologi AI Buatan Dokter ITS: Membaca MRI Lebih Akurat dari Mata Manusia

Dr. Dewinda Julianensi Rumala, seorang doktor lulusan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), telah mengembangkan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang mampu menganalisis citra Magnetic Resonance Imaging (MRI) dengan tingkat akurasi yang lebih tinggi dibandingkan interpretasi manual oleh dokter.

Mengapa AI Diperlukan dalam Analisis MRI?

Meskipun MRI adalah alat utama dalam diagnosis penyakit otak seperti Alzheimer dan tumor, proses interpretasinya masih sangat bergantung pada analisis manual oleh dokter. Hal ini dapat menyebabkan keterlambatan atau kesalahan dalam diagnosis, terutama dalam mendeteksi pola penyakit yang sangat halus. AI dapat membantu mendeteksi pola penyakit yang mungkin tidak terlihat oleh mata manusia, meningkatkan akurasi dan efisiensi diagnosis.

Pendekatan Deep Learning untuk Akurasi Lebih Tinggi

Dalam disertasinya, Dr. Dewinda merancang sistem berbasis deep-stacked ensemble learning, yaitu kombinasi beberapa jaringan saraf tiruan yang bertujuan menghasilkan prediksi lebih stabil dan akurat. Pendekatan ini memungkinkan sistem untuk belajar dari berbagai model, mengurangi potensi kesalahan yang mungkin terjadi jika hanya mengandalkan satu model tunggal.

Explainable AI: Transparansi dalam Keputusan

Tidak hanya fokus pada akurasi, Dr. Dewinda juga menyematkan Explainable AI (XAI) dalam inovasinya agar tenaga medis dapat memahami bagaimana sistem membuat keputusan. Melalui teknik Grad-CAM, bagian citra MRI yang menjadi dasar diagnosis ditunjukkan secara visual kepada dokter, meningkatkan transparansi dan kepercayaan terhadap sistem AI.

Inovasi yang Mendukung Tujuan Pembangunan Berkelanjutan

Teknologi AI ini sejalan dengan Sustainable Development Goals (SDG), terutama poin 3 terkait peningkatan layanan kesehatan, poin 9 tentang inovasi dan infrastruktur, serta poin 10 mengenai pengurangan kesenjangan. Model yang ringan memastikan teknologi ini tetap dapat diakses dan diterapkan, bahkan di wilayah dengan keterbatasan infrastruktur komputasi.

Pengakuan Internasional dan Paten Nasional

Inovasi Dr. Dewinda telah terpublikasi dalam tiga jurnal internasional dan lima konferensi bereputasi, termasuk di Springer Q1. Ia juga menjadi salah satu peserta dalam MICCAI Workshop di Kanada, konferensi terkemuka dunia untuk AI dalam analisis citra medis, dan meraih Best Poster Presentation Award. Bersama dosen pembimbingnya, Prof. Dr. I Ketut Eddy Purnama, Dr. Dewinda menghasilkan dua paten nasional: SICOSA2U dan iBrain2U, yang keduanya berfokus pada sistem klasifikasi penyakit otak berbasis AI.

Ingin Tingkatkan Performa Bisnis Anda?

Dapatkan platform WhatsApp Blasting & AI Chatbot terbaik untuk mengoptimalkan bisnis Anda.