Umum

Tragedi Anak Membunuh Ibu karena Game Online: Ketika Dunia Digital Menjadi Pemicu Kekerasan

Riska
30 Desember 2025
1 menit membaca
Tragedi Anak Membunuh Ibu karena Game Online: Ketika Dunia Digital Menjadi Pemicu Kekerasan
Bagikan:

Belakangan ini, kasus tragis seorang anak yang membunuh ibunya karena terkait game online kembali menjadi sorotan masyarakat. Peristiwa ini tidak hanya terjadi sekali, tetapi tercatat dalam berbagai peristiwa di Indonesia dan dunia, menunjukkan tren kekerasan yang melibatkan anak-anak atau remaja dan ketergantungan terhadap permainan digital.

Di Kota Medan, seorang siswi kelas 6 Sekolah Dasar berusia sekitar 12 tahun tega menghabisi nyawa ibu kandungnya di rumah mereka. Polisi yang menangani kasus ini mengungkapkan bahwa motif utama dari tindakan tersebut terkait dengan obsesi pelaku terhadap permainan online populer serta adegan kekerasan dari konten anime yang ditontonnya. Dalam beberapa kesempatan, pelaku terlihat meniru cara kekerasan yang pernah dilihat dalam game tersebut, kemudian mengeksekusi ibunya dengan senjata tajam ketika merasa dipicu oleh situasi di rumah.

Selain obsesi terhadap game online, faktor lain yang disorot adalah penghapusan game dari ponsel pelaku oleh sang ibu, yang diyakini memicu ledakan emosional dan perilaku agresif yang berujung pada tragedi tersebut. Peristiwa ini memicu keprihatinan luas dari berbagai kalangan, terutama karena pelaku masih di bawah umur dan dampak konten digital disebut sebagai salah satu pemicu utama tingginya agresivitasnya.

Kasus ini mendapat reaksi keras dari tokoh masyarakat dan legislator, yang menekankan pentingnya pengawasan ketat terhadap konsumsi konten digital oleh anak-anak. Mereka menyerukan agar orang tua, pendidik, dan pemerintah lebih aktif dalam mengendalikan durasi bermain game, serta memfilter konten yang bisa diakses anak. Kekerasan yang ditampilkan dalam banyak permainan online dianggap berpotensi memicu perilaku agresif apabila tidak disertai pola pengasuhan dan pengawasan yang tepat.

Fenomena serupa juga pernah terjadi di luar negeri, di mana remaja lelaki berusia 16 tahun tega menghabisi nyawa ibunya setelah dia dihentikan untuk bermain sebuah game online populer. Dalam kasus ini, pelaku bahkan menyembunyikan tubuh ibunya di rumah selama beberapa hari hingga tercium karena bau sebelum akhirnya polisi menemukan fakta sebenarnya. Kejadian serupa juga dilaporkan di negara lain ketika seorang remaja dewasa muda membunuh ibunya setelah cekcok berkepanjangan terkait kebiasaan bermain game yang sudah mencapai tingkat kecanduan.

Kekerasan yang dipicu oleh game tidak hanya terbatas pada satu wilayah atau budaya. Di beberapa negara lain, konflik antara anak dan orang tua mengenai kontrol terhadap waktu bermain game secara konsisten memunculkan insiden besar, termasuk penggunaan kekerasan ekstrem yang berujung pada kematian.

Ahli psikologi dan perilaku anak mengemukakan bahwa game online dengan elemen kompetitif dan kekerasan, ketika dikonsumsi secara berlebihan oleh anak tanpa batasan yang jelas, dapat meningkatkan impulsif dan agresivitas. Ketika seorang anak atau remaja menghadapi frustrasi — misalnya ketika permainannya dihapus atau dilarang — respons emosionalnya bisa sangat intens karena kurangnya kontrol diri yang matang. Dalam kasus ekstrem, ini bisa berkontribusi pada tindakan kekerasan yang tragis.

Namun, para ahli juga menegaskan bahwa game bukanlah satu-satunya penyebab perilaku kriminal semacam ini. Faktor lain seperti masalah keluarga, pola asuh otoriter atau tidak konsisten, trauma atau konflik internal dalam keluarga juga berperan besar dalam pembentukan respon berbahaya terhadap konflik.

Kasus-kasus anak yang membunuh ibunya karena dinamika game online menunjukkan perlunya perhatian serius pada kesejahteraan mental anak. Orang tua dan pengasuh sebaiknya:

  • Memonitor konten dan durasi bermain game yang diakses anak.

  • Melakukan dialog terbuka dengan anak tentang perasaan mereka, terutama saat menghadapi frustasi dalam game.

  • Mencari bantuan profesional bila anak menunjukkan tanda kecanduan atau perilaku agresif yang mencemaskan.

Kekerasan yang dilakukan anak terhadap orang tua, apalagi hingga berujung pada kematian, merupakan tragedi sosial yang memerlukan tindakan preventif kolektif. Game online sendiri bukanlah entitas jahat, namun tanpa pengawasan, pembelajaran nilai emosional, dan komunikasi keluarga yang sehat, dampak negatifnya dapat memperburuk konflik yang sudah ada. Kasus ini seharusnya menjadi peringatan bagi semua pemangku kepentingan bahwa dunia digital perlu diimbangi dengan pengasuhan yang penuh perhatian dan batasan yang jelas demi keselamatan dan kesehatan mental generasi muda.

Ingin Tingkatkan Performa Bisnis Anda?

Dapatkan platform WhatsApp Blasting & AI Chatbot terbaik untuk mengoptimalkan bisnis Anda.