Src Img : CNBC Indonesia
Pada Sidang Tahunan MPR–DPR RI, Presiden Prabowo Subianto mengumumkan capaian penting: tingkat pengangguran nasional berhasil ditekan hingga mencapai titik terendah sejak krisis moneter 1998. Dalam pidatonya, Prabowo menyampaikan bahwa keberhasilan ini merupakan hasil dari strategi investasi besar-besaran, penguatan sektor hilir, serta pembentukan lembaga penanaman modal strategis BPI Danantara yang diharapkan mampu menciptakan jutaan lapangan kerja berkualitas di masa depan.
Sehari sebelumnya, laporan dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementerian Keuangan menunjukkan penurunan angka pengangguran dan kemiskinan absolut. Data ini menjadi penguat klaim pemerintah bahwa ekonomi Indonesia berada di jalur positif.
Baca Juga : Protes Besar-besaran di Pati: Kenaikan Pajak Properti 250% Berujung Pembatalan
Meski demikian, tantangan masih ada. Laporan independen, seperti yang dirilis Al Jazeera, menyoroti bahwa tingkat pengangguran di kalangan pemuda (usia 15–24 tahun) masih tinggi, mencapai sekitar 16 persen—lebih dari dua kali lipat dibandingkan negara tetangga seperti Thailand dan Vietnam. Fakta ini menunjukkan bahwa keberhasilan pada tingkat nasional belum sepenuhnya dirasakan merata di semua lapisan masyarakat.
Di sisi lain, dinamika sosial turut mewarnai situasi. Tagar #IndonesiaGelap sempat viral di media sosial, memicu aksi protes mahasiswa yang menuntut transparansi kebijakan ekonomi dan pemerataan kesempatan kerja. Pemerintah menolak narasi tersebut dan menilai ada pihak yang sengaja menyebarkan pesimisme terhadap masa depan Indonesia.
Capaian penurunan angka pengangguran tentu menjadi kabar baik dan memberi sinyal optimisme. Namun, pemerintah tetap dihadapkan pada pekerjaan rumah besar: memastikan kelompok pemuda mendapatkan akses kerja yang lebih luas dan merata. Keberhasilan ini akan menjadi pijakan penting, asalkan diikuti langkah konkret untuk menjawab tantangan ketenagakerjaan yang masih ada.