Bogor, bablast - News Pada 5 Mei 2025, mantan Presiden Amerika Serikat Donald J. Trump kembali mengejutkan dunia dengan kebijakan proteksionisnya. Melalui media sosial miliknya, Truth Social, Trump mengumumkan bahwa ia akan memberlakukan tarif 100 persen terhadap semua film yang diproduksi di luar negeri dan ditayangkan di bioskop-bioskop Amerika Serikat. Langkah ini menuai sorotan dari berbagai pihak, mulai dari pelaku industri perfilman hingga pengamat perdagangan internasional.
Trump mengklaim bahwa keputusan ini dibuat demi menyelamatkan industri perfilman AS yang menurutnya sedang “sekarat dengan sangat cepat.” Ia juga menilai bahwa insentif dari negara-negara lain telah menarik produser dan studio Hollywood untuk memindahkan produksi ke luar negeri, yang dianggapnya sebagai ancaman terhadap keamanan nasional dan bentuk propaganda asing.
![]() | ![]() | ![]() | ![]() |
---|
Latar Belakang: Hollywood dalam Krisis
Hollywood memang sedang tidak dalam kondisi terbaik. Data dari FilmLA, lembaga pemantau industri hiburan di Los Angeles, menunjukkan bahwa jumlah produksi film dan televisi di kawasan tersebut turun sebesar 22,4 persen pada kuartal pertama 2025 dibandingkan tahun sebelumnya. Penurunan ini bukan hanya soal jumlah film yang dibuat, tapi juga berkaitan dengan dampak ekonomi turunan, seperti berkurangnya pendapatan daerah dari pajak, sewa peralatan, hotel, dan jasa transportasi.
Baca Juga: Presenter KompasTV Menangis di Hari Terakhir Kerja,
Pemicu utama dari penurunan produksi ini cukup kompleks. Selain karena persaingan global, industri hiburan di AS juga baru saja pulih dari pemogokan besar-besaran yang melibatkan penulis dan aktor pada tahun 2023 dan 2024. Pemogokan tersebut membuat banyak produksi tertunda atau bahkan dibatalkan.
Di sisi lain, beberapa negara bagian di AS berusaha memberikan insentif pajak tambahan untuk menarik kembali produksi film ke wilayah mereka. Misalnya, Gubernur California Gavin Newsom mengusulkan peningkatan insentif pajak film hingga USD 750 juta per tahun, menunjukkan betapa seriusnya pemerintah negara bagian menghadapi masalah ini.
Namun tetap saja, banyak studio lebih memilih syuting di luar negeri karena biaya produksi yang lebih murah dan insentif yang lebih menarik. Beberapa negara seperti Kanada, Inggris, Selandia Baru, dan negara-negara Eropa Timur telah lama menjadi lokasi favorit produksi film Hollywood karena menawarkan potongan pajak yang signifikan dan infrastruktur yang memadai.
Tarif 100% untuk Film Asing: Apa Dampaknya?
Dalam pernyataannya, Trump menugaskan Departemen Perdagangan dan United States Trade Representative (USTR) untuk segera memulai proses pemberlakuan tarif tersebut. Namun kebijakan ini menimbulkan banyak pertanyaan, terutama karena film dianggap sebagai bentuk kekayaan intelektual atau layanan, bukan barang fisik seperti produk impor biasa. Hingga kini, belum ada preseden bahwa film dikenakan tarif bea masuk seperti komoditas lain.
Meski begitu, USTR sebelumnya telah mengakui bahwa ada kemungkinan hambatan perdagangan non-tarif diberlakukan terhadap layanan seperti film melalui regulasi teknis atau kebijakan pajak. Artinya, Trump memang bisa mencoba "membungkus" tarif ini dalam bentuk kebijakan perdagangan baru, meskipun itu berpotensi bertabrakan dengan perjanjian dagang internasional.
Jika diterapkan secara penuh, tarif 100% ini dapat menggandakan biaya distribusi film asing di Amerika Serikat. Hal ini bisa menyebabkan penurunan signifikan dalam jumlah film luar negeri yang tayang di bioskop AS, serta meningkatnya harga tiket bagi konsumen karena distributor harus menutupi biaya tambahan.
Selain itu, keputusan ini bisa memicu perang dagang baru, terutama dengan negara-negara penghasil film besar seperti Inggris, Korea Selatan, India, dan negara-negara Uni Eropa. Mereka bisa saja membalas dengan mengenakan pembatasan terhadap film Hollywood yang tayang di bioskop mereka, mengingat sebagian besar pendapatan film Hollywood justru berasal dari pasar internasional.
Kritik dan Kekhawatiran dari Industri
Reaksi dari industri perfilman tidak kalah keras. Banyak pihak menilai langkah Trump ini sebagai kebijakan populis yang berisiko tinggi, terutama karena tidak menyelesaikan akar permasalahan sebenarnya.
"Langkah ini hanya akan memperburuk posisi Hollywood di pasar global," kata seorang eksekutif studio besar yang dikutip The Daily Beast. "Kami tidak hanya membuat film untuk pasar domestik. Jika pasar luar negeri merasa diserang, mereka bisa dengan mudah membalas dengan larangan atau tarif balik."
Lebih dari itu, banyak film saat ini merupakan hasil kolaborasi internasional, baik dalam hal dana, talenta, maupun lokasi syuting. Studio besar seperti Disney, Universal, Warner Bros., dan Netflix sering kali memproduksi film di berbagai negara sekaligus. Dalam konteks ini, menjadi sulit menentukan dengan pasti mana yang disebut sebagai "film asing".
Masalah lain adalah meningkatnya dominasi platform streaming. Konsumen kini semakin terbiasa menonton film dan serial melalui layanan seperti Netflix, Disney+, Max, dan Amazon Prime. Namun bahkan layanan streaming pun belum semuanya mendapatkan keuntungan. Disney+, misalnya, baru mencatatkan profit pertamanya sejak diluncurkan pada 2019, begitu pula Max milik Warner Bros. Discovery.
Dengan berubahnya pola konsumsi, industri perfilman sudah berada di tengah masa transisi besar. Dalam situasi ini, banyak pihak menilai bahwa kebijakan tarif justru kontra-produktif karena bisa menghambat inovasi dan kolaborasi global.
Aspek Keamanan Nasional dan Propaganda?
Trump juga menyebut bahwa film asing yang masuk ke AS merupakan “pesan dan propaganda” yang dapat membahayakan keamanan nasional. Ini adalah alasan yang sering digunakan dalam kebijakan proteksionis, meskipun belum ada bukti nyata bahwa film asing secara sistematis menyebarkan propaganda anti-Amerika.
Dalam konteks demokrasi dan kebebasan berekspresi, kebijakan ini juga bisa menimbulkan kekhawatiran terhadap sensor atau pembatasan konten secara politis. Film, pada akhirnya, adalah bentuk seni dan budaya yang melibatkan beragam perspektif. Menyederhanakan semuanya sebagai alat propaganda adalah pendekatan yang dianggap sempit oleh banyak pengamat.
Apa Selanjutnya?
Saat ini, kebijakan tersebut belum secara resmi diberlakukan dan masih dalam tahap pembahasan teknis. Namun pernyataan Trump telah cukup untuk menciptakan ketegangan di antara pelaku industri dan negara-negara mitra dagang.
Jika diterapkan, tarif ini berpotensi mengubah lanskap distribusi film di Amerika Serikat dan dunia. Banyak studio bisa memindahkan fokus ke layanan streaming, sementara penonton bioskop mungkin akan kehilangan akses terhadap film-film internasional yang selama ini memperkaya keberagaman tontonan mereka.
Pemerintah AS, terutama di bawah administrasi Trump jika ia kembali menjabat, harus menimbang kembali apakah kebijakan proteksionis ini benar-benar solusi untuk membangkitkan industri perfilman, atau justru menambah beban bagi sektor yang sedang berjuang bertahan di tengah perubahan zaman.
Langkah Trump untuk memberlakukan tarif 100% pada film asing menyoroti konflik lama antara proteksionisme dan globalisasi dalam dunia seni dan hiburan. Apakah ini akan menyelamatkan Hollywood atau justru membuatnya semakin terisolasi? Hanya waktu dan respons industri yang akan menjawabnya.