Tragedi Pendaki Asal Brasil di Gunung Rinjani: Pemerintah Evaluasi Total SOP Pendakian Demi Keselamatan Wisatawan
Lombok – Gunung Rinjani, salah satu destinasi pendakian paling populer di Indonesia, kembali menjadi sorotan setelah insiden yang merenggut nyawa Juliana Marins, pendaki asal Brasil berusia 26 tahun. Juliana dilaporkan terjatuh ke jurang sedalam ratusan meter saat menuruni jalur dari Pelawangan Sembalun menuju Danau Segara Anak pada 21 Juni 2025.
Proses evakuasi jenazahnya memakan waktu lebih dari tiga hari dan menimbulkan sorotan publik, baik dari dalam maupun luar negeri. Banyak pihak mempertanyakan kesiapan dan efektivitas sistem penyelamatan yang tersedia di kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR).

KLHK dan Basarnas Tinjau Ulang SOP Pendakian
Menanggapi hal ini, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bekerja sama dengan Badan SAR Nasional (Basarnas) langsung mengumumkan langkah strategis: melakukan evaluasi menyeluruh terhadap prosedur keselamatan pendakian di seluruh jalur resmi Rinjani.
Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE), Satyawan Pudyatmoko, menyebut bahwa revisi SOP mencakup:
Peninjauan kembali jalur resmi dan tingkat kesulitannya
Penguatan pelatihan bagi para pemandu wisata dan porter, terutama dalam kemampuan pertolongan pertama dan penyelamatan (rescue)
Penambahan titik komunikasi dan peringatan darurat di lokasi rawan
Perbaikan sistem perizinan dan monitoring jumlah pendaki secara real time
“Kami ingin pendakian di kawasan konservasi bukan hanya memberikan pengalaman alam yang indah, tapi juga menjamin keselamatan jiwa para pendaki,” ujar Satyawan.
Desakan untuk Perbaikan Sistem Wisata Alam Petualangan
Insiden ini memicu diskusi luas soal standar keselamatan di sektor wisata petualangan Indonesia, terutama di gunung-gunung tinggi yang menawarkan tantangan ekstrem. Dalam kasus Juliana, selain cuaca dan medan terjal, minimnya rambu, serta keterbatasan jalur evakuasi disebut turut memperparah situasi.
Komunitas pecinta alam, pegiat pariwisata, hingga media internasional ikut menyoroti perlunya Indonesia mengadopsi standar internasional dalam pengelolaan wisata alam berisiko tinggi.
Baca juga : Fakta Skizofrenia di Indonesia: Banyak yang Masih Mengira Ini Gangguan Mistis
Dukungan dan Tuntutan dari Publik Internasional
Kematian Juliana menyisakan duka mendalam. Keluarganya di Brasil menyatakan bahwa respons evakuasi dinilai lambat dan berencana menempuh jalur hukum untuk menuntut kejelasan.
Sejumlah publik figur di Brasil, termasuk mantan bintang sepak bola Alexandre Pato, menyuarakan empati dan bahkan menawarkan bantuan logistik pemulangan jenazah. Hashtag #JusticeForJuliana sempat menjadi trending topic di media sosial negara tersebut.
Baca juga : Cara Cek dan Syarat BSU Kemnaker 2025 untuk Pekerja Bergaji di Bawah Rp3,5 Juta
Langkah Serius untuk Perbaikan Ke Depan
Menindaklanjuti kasus ini, pemerintah menyatakan akan:
Mengintegrasikan teknologi pemantauan seperti drone dan GPS tracking untuk pendaki
Menyusun ulang jalur alternatif dengan keamanan lebih tinggi
Mengadakan pelatihan berkala untuk seluruh personel di jalur wisata taman nasional
Evaluasi serupa juga akan diterapkan di kawasan konservasi lain yang memiliki jalur pendakian aktif, seperti Gunung Semeru, Gunung Leuser, dan Gunung Tambora.
Baca juga : Peningkatan Efektivitas Belajar Siswa dengan AI Chatbot WhatsApp dalam Dunia Pendidikan Indonesia
Peringatan Keras Sektor Pariwisata
Tragedi Juliana Marins di Gunung Rinjani bukan hanya sebuah kecelakaan, tetapi juga peringatan keras akan pentingnya membangun sistem keselamatan yang matang dalam sektor pariwisata petualangan. Pemerintah Indonesia telah merespons dengan langkah serius: evaluasi total SOP pendakian dan peningkatan pelatihan keselamatan bagi seluruh pemangku kepentingan. Harapannya, kejadian ini menjadi titik balik menuju sistem pendakian yang lebih aman dan profesional di seluruh nusantara.
AI Chatbot cuma Rp.35.000 an ! Masih kemahalan ? Dapetin potongan harga Rp.10.000 disini !