Fakta Skizofrenia di Indonesia: Banyak yang Masih Mengira Ini Gangguan Mistis
Skizofrenia adalah gangguan mental kronis yang dapat memengaruhi pikiran, emosi, dan perilaku seseorang. Meski tergolong sebagai gangguan medis yang bisa ditangani secara ilmiah, banyak masyarakat Indonesia justru menganggap skizofrenia sebagai sesuatu yang mistis—seperti kerasukan, terkena santet, atau gangguan gaib.
Melalui artikel ini, mari kita bahas fakta skizofrenia di Indonesia, data resminya, serta kenapa jumlah kasus sebenarnya bisa jauh lebih besar dari yang tercatat.

Berapa Banyak Penderita Skizofrenia di Indonesia?
Data Resmi: SKI 2023 dan Riskesdas 2018
Berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, prevalensi rumah tangga dengan anggota yang menunjukkan gejala skizofrenia mencapai 4 rumah tangga per 1.000 (4 ‰) secara nasional.
Di beberapa provinsi, angkanya lebih tinggi:
DI Yogyakarta: 9,3‰
Jawa Tengah: 6,5‰
DKI Jakarta: 4,9‰
Riskesdas 2018 menunjukkan angka serupa: 6,7‰ rumah tangga memiliki anggota dengan gejala skizofrenia.
Jika dikonversi ke individu, jumlahnya sekitar 0,2%–0,4% dari populasi Indonesia—sekitar 600 ribu hingga 1 juta orang.
Baca juga : Iran Luncurkan Rudal Usai Gencatan Senjata Diumumkan Trump, Ketegangan Timur Tengah Memanas
Tapi Ini Belum Termasuk yang Belum Pernah Periksa Kesehatan Mental
Data resmi belum mencakup orang-orang yang belum pernah memeriksakan diri ke psikiater atau tenaga medis profesional. Artinya:
Banyak masyarakat Indonesia yang mengalami gejala skizofrenia ringan sampai sedang, namun tidak pernah terdiagnosis.
Mereka tidak terdata dalam survei kesehatan karena:
Takut dianggap “gila”
Tidak tahu gejala yang dialami adalah masalah medis
Lebih memilih pergi ke dukun atau pengobatan alternatif
Tidak punya akses ke fasilitas kesehatan jiwa
Bahkan di DIY, provinsi dengan angka tertinggi, hanya 7,8% dari penderita yang sudah mendapat diagnosis dokter. Artinya: lebih dari 90% belum pernah diperiksa profesional.
Para ahli memperkirakan jumlah real penderita skizofrenia bisa 2 hingga 3 kali lipat dari data resmi, atau mencapai 2–3 juta orang di Indonesia.
Baca juga : Iran Ancam Tutup Jalur Minyak Dunia, AS Minta China Turun Tangan
Kesalahpahaman: Skizofrenia Dianggap Mistis
Di Indonesia, gangguan mental seperti skizofrenia sering dikaitkan dengan dunia gaib. Contoh:
Halusinasi dianggap sebagai “indera keenam”
Bicara sendiri disebut “kesurupan”
Perilaku aneh dilabeli sebagai “terkena santet”
Solusi yang diambil: dibawa ke dukun, diruqyah, atau bahkan dipasung
Faktanya:
14% penderita skizofrenia di Indonesia pernah dipasung
Banyak yang tidak rutin minum obat, atau berhenti berobat karena stigma dan biaya
Baca juga : Iran meminta Israel Kosongkan Lahan Dalam Waktu 24 Jam
Apa Sebenarnya Skizofrenia Itu?
Skizofrenia adalah gangguan otak serius yang bisa disebabkan oleh:
Ketidakseimbangan neurotransmitter (zat kimia otak)
Faktor genetik (riwayat keluarga)
Trauma masa kecil
Tekanan atau stres berat
Penyalahgunaan zat (narkoba)
Gejalanya meliputi:
Halusinasi (melihat/mendengar sesuatu yang tidak nyata)
Delusi (keyakinan yang salah dan tidak logis)
Gangguan berpikir
Perubahan emosi dan perilaku ekstrem
Skizofrenia bisa dikendalikan dengan:
Obat antipsikotik
Terapi psikologis
Dukungan keluarga dan komunitas
Layanan profesional di Puskesmas atau RS Jiwa
Baca juga : Dedi Mulyadi Larang Guru di Jawa Barat Berikan PR kepada Siswa: Ini Alasannya
Kenapa Kita Harus Peduli?
Masalah ini bisa menimpa siapa saja, termasuk orang terdekat kita.
Semakin dini ditangani, semakin besar peluang pemulihan.
Stigma justru memperburuk kondisi pasien dan membuat mereka menjauh dari pertolongan medis.
Beban sosial dan ekonomi meningkat ketika seseorang yang produktif kehilangan fungsi karena tidak ditangani dengan benar.
Baca juga : WICKED PART 2: Trailer Perdana Rilis, Munculnya Sosok Misterius Dorothy Mengguncang Dunia Oz
Apa yang Bisa Kita Lakukan?
1. Edukasi Masyarakat
Mulailah dari keluarga, teman, tetangga. Jelaskan bahwa skizofrenia bukan kutukan atau kesurupan, tapi gangguan otak yang bisa diobati.
2. Dorong untuk Periksa ke Tenaga Medis
Jika kamu melihat orang dengan gejala psikotik, arahkan mereka ke Puskesmas atau psikiater, bukan ke dukun.
3. Hilangkan Stigma
Berhenti menggunakan kata “gila” atau merendahkan penderita gangguan jiwa. Mereka butuh empati, bukan dijauhi.
4. Dukung Layanan Kesehatan Mental
Tekan pemerintah dan komunitas agar memperluas layanan psikiatri di daerah terpencil dan menggratiskan pengobatan lewat BPJS.
Baca juga : Peringkat Ekonomi Indonesia di Asia dan Dunia 2025: Apakah Indonesia Termasuk Negara Miskin?
Referensi Valid
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan – Riskesdas 2018
Kementerian Kesehatan RI – Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023
WHO – Schizophrenia Global Factsheet
Artikel dan riset lokal di Kompas, Tirto, Malaka Podcast, dan testimoni dari tenaga kesehatan
Baca juga : Dexter Resurrection: Akhirnya Penebusan atas Kekecewaan Ending New Blood?
Skizofrenia Bukan Aib !
Skizofrenia adalah bukan aib dan bukan kutukan. Ini adalah penyakit medis yang perlu penanganan serius dan empati dari masyarakat.
Semakin banyak yang paham, semakin sedikit yang menderita dalam diam.
Saatnya kita bersatu untuk menghapus stigma dan menyelamatkan jutaan jiwa dari salah paham yang bisa merusak masa depan mereka.
Baca juga : Mengapa Mengatur Emotional Intelligence Itu Perlu?