Umum

Apakah Kebisingan Bisa Bikin Ngantuk? Ini Penjelasan Psikologis dan Riset Ilmiahnya

Insan Bablast
13 Mei 2025
1 menit membaca
Apakah Kebisingan Bisa Bikin Ngantuk? Ini Penjelasan Psikologis dan Riset Ilmiahnya
Bagikan:

Apakah Kebisingan Bisa Bikin Ngantuk? Ini Penjelasan Psikologis dan Riset Ilmiahnya

Pendahuluan

Kebisingan umumnya diasosiasikan dengan gangguan konsentrasi atau peningkatan stres. Namun, fenomena yang kurang populer adalah bahwa paparan suara dengan karakteristik tertentu justru bisa menimbulkan rasa kantuk. Ini menjadi perhatian penting dalam psikologi dan psikiatri, terutama dalam konteks kualitas tidur, gangguan perhatian, dan regulasi emosi.


Riset Terkait: Bagaimana Kebisingan Menyebabkan Kantuk

Beberapa studi ilmiah menunjukkan bahwa jenis, frekuensi, dan ritme suara berperan besar dalam memengaruhi tingkat kewaspadaan seseorang.

  1. White noise dan suara monoton:

    • Studi oleh Söderlund et al. (2010) menunjukkan bahwa white noise dapat meningkatkan performa kognitif pada anak dengan ADHD, namun pada orang dewasa normal, efeknya dapat memicu rasa kantuk dan penurunan arousal.

    • White noise dengan frekuensi rendah (sekitar 100-500 Hz) terbukti menurunkan aktivitas korteks frontal, yang berhubungan dengan kewaspadaan (Söderlund, 2012).

  2. Low-frequency noise (LFN):

    • Penelitian dari Leventhall (2004) dalam “Low Frequency Noise and its Effects” menunjukkan bahwa paparan LFN yang berkepanjangan menyebabkan efek psikofisiologis seperti kelelahan, kantuk, dan iritabilitas.

    • Sumber LFN termasuk suara AC, mesin pabrik, atau kendaraan berat. Efeknya mirip seperti suara pengantar tidur – membuat sistem saraf parasimpatis dominan.

  3. Studi neurofisiologis:

    1. Menurut jurnal Frontiers in Psychology (2018), paparan suara yang berulang (seperti dengungan atau deru konstan) dapat menginduksi aktivitas gelombang otak lambat (slow-wave activity) bahkan saat individu masih dalam kondisi sadar, yang secara alami memicu rasa kantuk.

Baca juga : AI Chatbot Termurah untuk UMKM di Indonesia? Kenalan dengan Bablast


Penerapan dalam Dunia Psikologi dan Psikiatri

Dalam praktik psikologi dan psikiatri, pemahaman tentang efek kebisingan ini sangat penting dalam beberapa konteks:

1. Terapi Tidur dan Insomnia

Psikolog dan psikiater menggunakan suara monoton atau white noise sebagai bagian dari terapi tidur berbasis CBT-I (Cognitive Behavioral Therapy for Insomnia). Klien diajarkan menggunakan suara tertentu untuk menurunkan stimulasi otak dan memfasilitasi onset tidur.

2. Manajemen Stres dan Kecemasan

Pasien dengan gangguan kecemasan atau PTSD kerap mengalami hiperaktivasi sistem saraf. Terapi eksposur atau relaksasi dengan stimulus auditif rendah dan konstan bisa membantu memicu rasa tenang sekaligus mengantarkan tubuh pada fase mengantuk sebagai tanda relaksasi sistemik.

3. Lingkungan Klinik

Beberapa ruang terapi diatur sedemikian rupa dengan pengondisian suara latar yang sengaja dibuat netral atau berfrekuensi rendah. Hal ini bukan hanya untuk menyamarkan kebisingan luar, tetapi juga untuk menjaga kestabilan afek pasien selama sesi terapi berlangsung.

Baca juga : Dari Warung ke Dunia : QRIS, Inovasi Indonesia yang bikin Amerika Ketar-Ketir


Contoh Aplikasi Klinis

  • Klinik psikiatri di Swedia mengaplikasikan low-frequency humming di ruang tidur pasien gangguan bipolar untuk mempercepat onset tidur saat fase manik telah menurun.

  • Studi kasus oleh Tsukada et al. (2021) di Jepang menunjukkan bahwa suara frekuensi rendah dari AC yang terus-menerus menyebabkan pekerja malam mengalami mikrotidur lebih cepat dari biasanya. Ini digunakan sebagai dasar penataan ulang shift kerja.

Baca juga : Sikap Indonesia Dalam Menjaga Netralitas di Tengah Tekanan Tarif Trump dan China


Memicu Penurunan Tingkat Kewaspadaan

Meskipun kebisingan sering kali diasosiasikan dengan gangguan tidur, karakteristik suara tertentu – terutama yang bersifat monoton, berulang, dan frekuensi rendah – justru memiliki potensi untuk memicu rasa kantuk dan menurunkan tingkat kewaspadaan. Dalam konteks klinis, pemahaman ini berguna untuk membantu pasien dengan insomnia, kecemasan, atau gangguan suasana hati.

Baca juga : Kerugian Investasi Telkomsel di Saham GoTo Tahun 2025


Referensi Terkait (Berdasarkan Literatur Sebelumnya)

  • Söderlund, G. B. W., Sikström, S., & Smart, A. (2007). “Listen to the noise: Noise is beneficial for cognitive performance in ADHD.” Journal of Child Psychology and Psychiatry.

  • Leventhall, G. (2004). “Low Frequency Noise and its Effects.” Defra Report, UK.

  • Tsukada, M., et al. (2021). “Effect of low-frequency noise on drowsiness during night work.” Industrial Health Journal.

  • Frontiers in Psychology (2018). “Brain responses to repetitive auditory stimulation: Evidence for slow-wave activity.”

Kamu ngiklan tapi pusing balesin leads ? Pakai AI aja. Cuma 35K aja kamu udah bisa pakai AI chatbot yang canggih dan mudah digunakan. Buruan berlangganan !

Ingin Tingkatkan Performa Bisnis Anda?

Dapatkan platform WhatsApp Blasting & AI Chatbot terbaik untuk mengoptimalkan bisnis Anda.