Kesehatan

Konsumsi Daging Merah dan Idul Adha: Klarifikasi Medis atas Mitos yang Beredar di Masyarakat

Insan Bablast
4 Juni 2025
1 menit membaca
Konsumsi Daging Merah dan Idul Adha: Klarifikasi Medis atas Mitos yang Beredar di Masyarakat
Bagikan:

Konsumsi Daging Merah dan Idul Adha: Klarifikasi Medis atas Mitos yang Beredar di Masyarakat

Setiap menjelang Idul Adha, konsumsi daging merah seperti daging sapi dan kambing meningkat tajam. Namun, masih banyak masyarakat Indonesia yang takut mengonsumsi daging, karena dianggap bisa menyebabkan darah tinggi, kolesterol, bahkan diabetes.

Dalam dunia medis, anggapan tersebut keliru jika tidak dilihat secara menyeluruh. Penyebab utama penyakit-penyakit tersebut justru terletak pada pola makan tinggi karbohidrat sederhana, konsumsi gula berlebihan, serta gaya hidup yang kurang aktif.


Daging Merah: Sumber Gizi Penting yang Sering Disalahpahami

Daging merah merupakan sumber protein berkualitas tinggi dan mengandung berbagai zat gizi penting yang sangat dibutuhkan tubuh:

  • Zat besi heme (heme iron): Mudah diserap tubuh, penting untuk mencegah anemia.

  • Vitamin B12: Esensial untuk fungsi saraf dan pembentukan sel darah.

  • Zinc (seng): Mendukung daya tahan tubuh dan penyembuhan luka.

  • Protein hewani: Menjaga massa otot dan mempercepat perbaikan sel.

Jika dikonsumsi secara proporsional, daging merah tidak berbahaya bagi kesehatan dan justru memberikan banyak manfaat fisiologis.

Baca juga : Penyebab Daging Kurban Menjadi Pahit Jika Cara Sembelih Salah


Data Konsumsi: Karbohidrat dan Gula Lebih Dominan Dibanding Daging

Untuk memahami secara objektif, mari kita lihat data konsumsi masyarakat Indonesia (per orang per tahun):

Jenis Bahan Pangan

Rata-rata Konsumsi per Orang per Tahun

Beras (karbohidrat utama)

± 120 kg/tahun

Tepung (karbohidrat rafinat)

± 30 kg/tahun

Gula pasir

± 30 kg/tahun

Daging merah (sapi/kambing)

± 2 kg/tahun

Artinya, masyarakat Indonesia rata-rata mengonsumsi 60 kali lebih banyak beras daripada daging merah dalam setahun. Konsumsi gula dan tepung bahkan 15 kali lebih tinggi daripada konsumsi daging.

Jadi, jika kita mencari penyebab lonjakan penyakit metabolik seperti diabetes, hipertensi, dan obesitas, maka konsumsi karbohidrat berlebih dan gula lah yang lebih layak disorot, bukan daging.

Baca juga : 7 Jenis Kerang yang Populer di Indonesia dan Cara Mengolahnya


Kenapa Penyakit Metabolik Meningkat?

Berdasarkan laporan Riskesdas 2018 dan analisis WHO, ada tiga pola yang sering ditemukan di masyarakat Indonesia:

  1. Asupan tinggi karbohidrat sederhana: Terutama dari nasi putih, roti tawar, mie instan.

  2. Konsumsi tinggi gula, garam, dan lemak jenuh, terutama dari makanan olahan dan minuman kemasan.

  3. Minim aktivitas fisik dan kurang konsumsi serat dari sayur dan buah.

Kondisi ini mendorong resistensi insulin, penumpukan lemak viseral, dan gangguan pembuluh darah—yang menjadi cikal bakal diabetes tipe 2, hipertensi, dan kolesterol tinggi.

Baca juga : Mengonsumsi Kerang Bisa Keracunan ? Cara Amannya Gimana ?


Konsumsi Daging Merah yang Sehat: Apa Kata Medis?

Dari sisi gizi klinis dan kedokteran preventif, daging merah tetap bisa menjadi bagian dari pola makan sehat dengan ketentuan:

  • Porsi wajar: 100–150 gram per makan, tidak setiap hari.

  • Cara pengolahan sehat: Rebus, kukus, atau panggang. Kurangi penggunaan minyak berlebih dan santan kental.

  • Imbangi dengan sayur dan air putih: Bukan dengan nasi berlebihan dan minuman manis.

  • Lakukan aktivitas fisik minimal 30 menit/hari agar metabolisme tubuh tetap optimal.

Baca juga : Daftar Hari Libur dan Cuti Bersama di Bulan Juni 2025


Kesimpulan

Secara medis, daging merah bukan penyebab utama penyakit degeneratif seperti hipertensi, diabetes, atau obesitas. Konsumsi daging yang moderat, dikombinasikan dengan pola makan seimbang dan gaya hidup aktif, justru dapat mendukung kesehatan.

Yang perlu dikritisi bukan dagingnya, tetapi gaya hidup modern yang terlalu tinggi karbohidrat, gula, kurang serat, dan minim gerak.

Jadikan Idul Adha sebagai momen untuk makan lebih bijak dan seimbang. Nikmati daging kurban tanpa rasa takut, asal dengan porsi dan pengolahan yang tepat.

Baca juga : Menjaga Kesehatan di Era Modern: Kebutuhan atau Pilihan?


Referensi Ilmiah:

  1. Badan Pusat Statistik. Konsumsi Rata-Rata per Kapita per Tahun menurut Kelompok Bahan Makanan (2023).

  2. Kementerian Kesehatan RI. Riskesdas 2018.

  3. World Health Organization. Noncommunicable Diseases Fact Sheet, 2021.

  4. Harvard T.H. Chan School of Public Health. Red Meat and Health.

  5. EFSA Journal. Health Risks Associated with Red and Processed Meat, 2021.

Baca juga : Apakah Kebisingan Bisa Bikin Ngantuk? Ini Penjelasan Psikologis dan Riset Ilmiahnya

Ingin Tingkatkan Performa Bisnis Anda?

Dapatkan platform WhatsApp Blasting & AI Chatbot terbaik untuk mengoptimalkan bisnis Anda.